REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA - Sebuah tim ilmuwan iklim internasional dan Pusat Iklim Palang Merah Bulan Sabit Merah pada Rabu mengatakan mereka menemukan bahwa perubahan iklim buatan manusia yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca membuat gelombang panas 150 kali lebih mungkin terjadi.
Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC) memperingatkan bahwa temperatur yang meroket baru-baru ini berdampak parah pada jutaan orang dan membahayakan nyawa.
"Saat ini, kita menyaksikan rekor panas turun saat suhu naik, dengan konsekuensi yang mengerikan bagi jutaan orang di seluruh dunia," kata Presiden IFRC Francesco Rocca.
Palang Merah mengatakan gelombang panas yang memecahkan rekor pekan lalu di beberapa bagian Amerika Serikat dan Kanada hampir tidak mungkin tanpa pengaruh perubahan iklim yang disebabkan manusia.
"Analisis menemukan bahwa perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca membuat gelombang panas setidaknya 150 kali lebih mungkin terjadi," kata IFRC.
Menurut Palang Merah, masyarakat di seluruh dunia sedang berjuang untuk mengatasi peningkatan suhu dan frekuensi gelombang panas bersama dengan kebakaran hutan, kekeringan, kelelahan panas, dan risiko kesehatan yang parah terkait panas.
“Jaringan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah tidak dapat memerangi dampak buruk dari krisis iklim saja. Harus ada upaya global bersama untuk menangani darurat iklim, yang merupakan ancaman terbesar bagi masa depan planet ini dan orang-orangnya,” ujar Rocca.
Dia menambahkan bahwa masyarakat nasional bekerja dengan kelompok yang paling terpukul, termasuk orang tua, tunawisma, Covid-19 dan kondisi kesehatan yang mendasarinya, mereka yang tinggal di daerah terpencil serta pengungsi dan migran.