Kamis 08 Jul 2021 19:30 WIB

China Lockdown Kota yang Berbatasan dengan Myanmar

Sebagian besar bisnis di Kota Ruili di perbatasan China dan Myanmar ditutup

Rep: Fergi Nadira/ Red: Christiyaningsih
 Ilustrasi Lockdown
Foto: Tim Republika
Ilustrasi Lockdown

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING - Pihak berwenang China memberlakukan kebijakan lockdown atau karantina wilayah di sebuah kota yang berbatasan dengan Myanmar, Ruili, pada Rabu (7/7) waktu setempat. Kebijakan tersebut berupa penutupan sebagian besar bisnis dan mengharuskan penduduk berada di rumah karena wabah baru Covid-19 kembali meluas.

Otoritas Kesehatan di Provinsi Yunnan barat daya mencatat dua kasus lagi dikonfirmasi pada Rabu. Angka baru ini membuat total kasus menjadi 23 di kota Ruili selama empat hari terakhir.

Baca Juga

Kebijakan lockdown diatur untuk menutup semua bisnis dan lembaga publik kecuali rumah sakit, apotek, dan toko-toko penting seperti toko kelontong. Kebijakan ini memengaruhi bagian perkotaan Ruili, yang seperti kebanyakan kota China termasuk daerah perdesaan sekitar dalam yurisdiksinya.

Myanmar tengah berjuang melawan wabah besar dengan sumber daya terbatas untuk menahannya. Negara Asia Tenggara itu melaporkan 3.602 kasus baru dalam 24 jam terakhir, jumlah harian tertinggi sejak pandemi dimulai.

Ruili terletak di seberang sungai dari kota Muse di negara bagian Shan, Myanmar. Surat kabar Global Times mengabarkan langkah-langkah China dalam membasmi virus telah memberikan pukulan bagi perdagangan lintas batas yang aktif antara kedua negara.

Pihak berwenang telah melarang perjalanan yang tidak perlu baik masuk dan keluar dari Ruili pada Senin, setelah kasus pertama dilaporkan. Semua kasus telah dilaporkan di komunitas Ruili di perbatasan yang disebut Jiegao, yang telah ditetapkan sebagai daerah berisiko tinggi.

Mereka termasuk warga negara China dan Myanmar. Kasus-kasus terbaru ditemukan selama pengujian massal dan pihak berwenang mengatakan akan meningkatkan kontrol perbatasan.

Komisi kesehatan Provinsi Hubei mengatakan di tempat lain di China 52 orang yang tiba dengan penerbangan dari Afghanistan lima hari lalu dinyatakan positif terkena virus. Sekurangnya 30 telah diklasifikasikan sebagai kasus yang dikonfirmasi, sementara 22 lainnya tidak menunjukkan gejala Covid-19. China tidak memasukkan kasus tanpa gejala dalam penghitungan resminya.

China secara teratur mengimpor kasus dari para pelancong, tetapi biasanya dalam jumlah yang lebih kecil. Penerbangan Xiamen Air 2 Juli terbang dari Kabul ke Wuhan, kota yang paling parah dilanda virus setelah pertama kali terdeteksi di sana pada akhir 2019. Hampir semua orang yang tiba di China harus dikarantina selama dua pekan di hotel yang ditunjuk.

Ruili meluncurkan kampanye untuk memvaksinasi seluruh kota pada April setelah wabah pada Maret. China telah mengandalkan strategi karantina yang keras dan pengujian massal untuk meredam wabah, bahkan ketika negara itu telah meningkatkan kecepatan vaksinasi. Pejabat kesehatan pusat mengatakan mereka ingin memvaksinasi 80 persen dari populasi.

sumber : AP
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement