REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Pejabat Israel mengonfirmasi pertemuan rahasia antara Perdana Menteri Israel Naftali Bennett dan Raja Yordania Abdullah II pekan lalu. Kedua negara pun telah mengumumkan perjanjian baru tentang air dan perdagangan.
Situs berita Israel Walla menggambarkan, pertemuan itu sebagai hal yang positif dan mengatakan kedua pemimpin sepakat membuka halaman baru dalam hubungan. Seorang pejabat Israel yang berbicara dengan syarat anonim karena tidak berwenang untuk membahas masalah tersebut membenarkan bahwa pertemuan itu telah terjadi.
Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi dan timpalannya dari Israel Yair Lapid bertemu di Jembatan Raja Hussein antara Yordania dan Tepi Barat yang diduduki Israel pada Kamis (8/7). Kesepakatan itu muncul setelah pertemuan rahasia pekan lalu antara Bennett dan Raja Yordania di Amman, ibukota Yordania.
Berdasarkan kesepakatan itu, Yordania akan membeli tambahan 50 juta meter kubik air dari Israel. Amman pun meningkatkan ekspornya ke Tepi Barat yang diduduki dari 160 juta dolar AS per tahun menjadi sekitar 700 juta dolar AS.
Yordania mengatakan, tim teknis akan menyelesaikan rincian kesepakatan perdagangan dalam beberapa hari mendatang. Pembicaraan tentang penerapan pagu ekspor akan diadakan di antara pejabat Israel, Yordania, dan Palestina.
Safadi menyerukan upaya baru untuk mencapai solusi dua negara untuk konflik Israel-Palestina. Dia pun meminta agar Israel menghentikan tindakan ilegal yang merusak upaya tersebut.
Menurut Safadi, penting mempertahankan status quo di kompleks Masjid Al-Aqsa, sebuah situs suci di Yerusalem yang berada di bawah pengawasan Yordania. Dia juga mengatakan akan menjadi kejahatan perang untuk mengusir keluarga Palestina dari rumah mereka di Yerusalem timur.
Lapid menyebut Yordania sebagai tetangga dan mitra penting dan Israel akan bekerja untuk memperkuat hubungan dan memperluas kerja sama ekonomi. Dia telah menyoroti pentingnya memperbaiki hubungan dengan Yordania ketika menjabat bulan lalu.
Israel dan Yordania berdamai pada 1994 dan menjaga hubungan keamanan yang erat. Namun, hubungan telah tegang dalam beberapa tahun terakhir karena ketegangan di Al-Aqsa, perluasan permukiman Yahudi Israel, dan kurangnya kemajuan dalam proses perdamaian.
Baik Yordania dan Palestina dengan tegas menentang rencana Timur Tengah pemerintahan Donald Trump, yang akan memungkinkan Israel untuk mencaplok hingga sepertiga dari Tepi Barat yang diduduki. Israel merebut Yerusalem timur dan Tepi Barat dari Yordania dalam perang 1967, wilayah yang diinginkan Palestina sebagai bagian dari negara masa depan. Dwina Agustin