REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengelolaan dana masjid yang dijalankan Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) dinilai perlu ditingkatkan. Salah satunya, terkait program jangka panjang masjid.
Pengamat Ekonomi Syariah Irfan Syauqi Beik menilai, mayoritas DKM dalam mengelola dana masjid masih sangat sederhana dan cenderung pada pemenuhan biaya operasional masjid dan program yang bersifat insidental seperti momentum hari besar Islam, santunan yatim, penyembelihan dan pendistribusian kurban saja, kata Anggota Bidang Pasar Modal BPH Dewan Syariah Nasional MUI itu.
“Adapun untuk program yang sifatnya berkelanjutan, seperti program ekonomi dan pemberdayaan masyarakat, memang masih sangat jarang DKM yang punya kapasitas dan kemampuan tersebut,” kata Wakil Ketua Umum DPP Ikatan Ekonomi Islam Indonesia itu kepada Republika, Jumat (9/7).
Irfan memaklumi, situasi terjadi karena kepengurusan DKM bersifat sukarela dan paruh waktu. “Tentu ke depan kita harus perbaiki kondisi ini. Untuk itu, penguatan kapasitas dan kemampuan pengurus DKM menjadi sangat penting,” ujarnya.
Menurutnya, masjid-masjid yang telah mengembangkan program jangka panjang perlu memperbanyak menggelar sharing session dengan masjid lain agar mereka terinspirasi dan program serupa dapat lebih meluas.
"Selain itu, DMI juga perlu berkolaborasi dengan lembaga-lembaga ziswaf dan lembaga bisnis syariah agar ekosistem ekonomi dapat lebih terbangun dan bermuara pada perkembangan masjid,"ujar Wakil Ketua Komite Pengembangan ZISWAF Pengurus Pusat Masyarakat Ekonomi Syariah itu.
Sebelumnya, survei pembayaran ZIS non-OPZ 2019-2020 yang dilakukan Pusat Kajian Strategis Badan Amil Zakat Nasional (Puskas Baznas), jumlah dana ZIS yang disalurkan melalui masjid ke mustahik mengalami kenaikan, dari 59 triliun di 2019 menjadi 61 triliun di 2020.
“Saya juga meyakini bahwa angkanya juga naik, apalagi di tengah pandemi yg semakin parah ini, solidaritas masyarakat juga meningkat,” kata Irfan.