REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Asep Wijaya, WNI yang bermukim di Jepang. Penikmat perjalanan.
Meski mendung rata menyaput langit, puluhan pasang orang tua bersama balitanya tampak tidak khawatir akan ancaman hujan. Mereka terlihat amat sabar mengantre dan menunggu giliran untuk berfoto dengan patung besar Anpanman. Ya, Anpanman adalah tokoh kartun protagonis berkepala roti isi selai kacang merah yang kerap diganggu oleh antropomorfik bongak bernama Baikinman, Si Kuman.
Anak-anak yang berada di deret terdepan antrean tampak begitu ceria. Raut wajahnya jelah; sangat kontras dengan warna langit yang kelabu. Tingkahnya yang berjingkrak mengingatkan saya pada kelakuan penggemar BTS saat berhasil mendapatkan paket makanan cepat saji edisi spesial yang tempo hari menjadi bahan perbincangan warganet. Padahal siang itu, di pengujung Juni 2021, Topan Champi dari Filipina diperkirakan mendekati wilayah Jepang.
Menyaksikan pemandangan tersebut, saya yang membawa serta istri dan dua balita turut merasakan gairah dan semangat yang sama. Tanpa pikir panjang, kami pun ikut berdiri di deret antre agar bisa mengabadikan momen berada di pintu gerbang salah satu museum anak paling diminati di Jepang.
Ya, Museum Anpanman merupakan salah satu objek wisata wajib bagi balita Negeri Sakura. Saking populernya, museum sejenis juga ada di empat prefektur lain, selain di Yokohama yang kami kunjungi ini. Karena itu, wajar jika kemudian museum ini nyaris tidak pernah sepi pengunjung meski dalam suasana pandemi. Beberapa di antara alasannya karena situs ini hanya memerlukan waktu tempuh lima menit dengan berjalan kaki dari Stasiun Yokohama. Pengelola museum juga begitu serius menyusun dan menerapkan protokol kesehatan.
Misalnya, kini, sudah tidak ada lagi pembelian tiket di loket museum. Semua pemesanan dilakukan secara daring. Jadwal masuknya pun dibatasi agar tidak terjadi antrean yang panjang. Kewajiban mengenakan masker pun ditegakkan selama berada di arena permainan. Petugas kebersihan juga tampak ligat mengepel lantai arena dan mengelap mainan anak dengan cairan disinfektan saat ia tidak digunakan.
Tentu saja keberhasilan mencegah penularan virus corona itu tidak akan maksimal tanpa kesadaran pengunjung. Beruntung, saat kami di sana, semua pengunjung menjaga jarak, tidak banyak bicara, dan mengenakan masker ganda. Malah mereka begitu sadar untuk mengajak balitanya bergantian menggunakan mainan dengan anak lain.
Dengan segala ikhtiar pengelola dan kedisiplinan pengunjung itu, tentu saja tidak ada alasan bagi saya untuk terus khawatir. Apalagi museum ini begitu lengkap menyajikan semesta Anpanman yang menjadi idaman anak-anak.
Museum ini berlantai tiga. Harga tiket masuknya 2.200 yen atau sekitar Rp 286 ribu per orang. Pengunjung yang baru datang akan langsung diarahkan ke lantai dua. Di sana, kita bisa menitipkan barang bawaan di loker berbayar. Loker itu tersedia dalam berbagai ukuran. Harga sewanya berkisar 300 yen hingga 500 yen atau sekitar Rp 39-65 ribu. Kereta dorong bayi juga bisa dititipkan di sini secara cuma-cuma.
Adapun arena bermain anak yang menjadi objek utama museum berada di lantai tiga. Dari lantai dua, suara pekik, dengking, dan tawa balita begitu jelas terdengar, saling bersahutan. Sebab setiba di lantai tiga, pengunjung akan langsung dihadapkan pada arena pertunjukan badut para tokoh utama anime Anpanman.
Selama pertunjukan berlangsung, pengunjung mesti duduk tertib di alas yang telah disediakan. Mereka mesti menjaga jarak dan mengenakan masker. Kemudian pengunjung dewasa diminta irit bicara namun membolehkan anak-anak bersorak dan berjingkrak.
Biasanya, usai pertunjukan, para badut itu akan menyapa anak-anak dan bermain bersama mereka. Namun di musim pandemi ini, aktivitas itu ditiadakan dan diganti dengan adegan pertunjukan yang lebih sering dari biasanya. Dengan begitu, anak-anak bisa memiliki banyak kesempatan untuk menyaksikan aksi panggung tokoh kesayangan mereka di teratak.