Jumat 09 Jul 2021 19:23 WIB

Aksi Bersama Turunkan Angka Stunting

Di tengah pandemi Covid-19 program pencegahan stunting harus tetap di prioritaskan

Dr. drg. Marion Siagian, M.Epid selaku Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat menyampaikan bahwa angka prevalensi stunting di Jawa Barat berdasarkan survei status gizi dan balita tahun 2019 sebesar 26,2 persen dan ini masih tinggi.
Foto: BKKBN
Dr. drg. Marion Siagian, M.Epid selaku Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat menyampaikan bahwa angka prevalensi stunting di Jawa Barat berdasarkan survei status gizi dan balita tahun 2019 sebesar 26,2 persen dan ini masih tinggi.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Penanganan stunting di masa pandemi seperti saat ini menghadapi tantangan baru, yaitu bagaimana di tengah kesibukan pemerintah mengatasi pandemi, program-program pencegahan stunting harus tetap di prioritaskan. Bila tidak, kebutuhan nutrisi dan perkembangan anak-anak Indonesia jelas terdampak.

Hal itu mengemuka dalam webinar Aksi Bersama Dalam Upaya Pencegahan Stunting untuk Mencapai Target 14 Persen pada 2024 yang berlangsung hari ini. Sebagaimana diketahui, pemerintah telah menargetkan penurunan stunting hingga 14 persen pada 2024.

Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat dr. R. Nina Susana Dewi Sp. PK (K)., Mkes. MMRS mengatakan stunting merupakan salah satu indikator prioritas dalam SDGs dimana target tahun 2030 adalah terbebas dari malnutrisi. "Melalui penanggulangan stunting human capital index Indonesia akan meningkat,” jelas Nina, dalam siaran pers, Jumat (9/7).

 

Ketua TP PKK Provinsi Jawa Barat Atalia Praratya Ridwan Kamil, S.iP.,M.I.Kom menyampaikan bahwa berbicara tentang sektor kesehatan masih tingginya permasalahan gizi dan tingginya stunting masih menjadi permasalahan di bidang kesehatan.

"Saya khawatir fokus kita ke pandemi menjadi hal yang perlu dipersiapkan lebih matang untuk stunting ini karena kaitannya menjadi masa depan generasi bangsa dilupakan atau tidak optimal, apalagi saat ini  saya sebagai penggerak PPK di masyarakat tidak ada lagi posyandu dikarenakan khawatir terjadinya penularan virus corona, ada beberapa posyandu belum tutup yaitu posyandu keliling walaupun tidak optimal karena kondisi PPKM darurat Jawa-Bali," katanya.

 

Selain itu Atalia juga menekankan pentingnya edukasi kepada masyarakat betapa pentingnya stunting ini, PRnya adalah capaian target sebesar 14 persen di tahun 2024, termasuk juga harus berkomitmen zero new stunting di tahun 2023. Sebagai seorang yang bergerak langsung dengan masyarakat, khususnya  bahwa masih banyak anak stunting disembunyikan, ada stigma di masyarakat bahwa stunting hanya berlaku di masyarakat yang ekonominya rendah atau di pedesaan saja.

 

Bagaimana sosialisasi dan edukasi bisa disampaikan juga mengenai tingginya usia pernikahan anak, 26 persen di bawah 18 tahun 40 persen pernikahan beresiko melahirkan anak stunting, edukasi ini termasuk pola asuh, pola makan, dan sanitasi PR bagi kita semua harus dilakukan secara kolaboratif,

 

Dr. drg. Marion Siagian, M.Epid selaku Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat menyampaikan bahwa angka prevalensi stunting di Jawa Barat berdasarkan survei status gizi dan balita tahun 2019 sebesar 26,2 persen dan ini masih tinggi. Dimana Lokus Provinsi Jawa Barat sebanyak 23 kab/kota untuk terus kita benahi agar bisa mencapai target nasional 14 persen dan untuk target Jawa Barat sebesar 19 persen.

Stunting ini disebabkan oleh faktor multidimensi sehingga penanganannya perlu dilakukan oleh multisektor selain itu diantaranya dipengaruhi oleh praktek pengasuhan yang kurang baik, terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan Ante Natal Care (ANC) dan pembelajaran dini yang berkualitas, kurangnya akses ke makanan yang bergizi dan kurangnya kases air bersih dan sanitasi yang layak.

 

Strategi Jabar Zero Stunting melakukan satu “Gerakan Masif” untuk mewujudkan prevalensi stunting pada tahun 2023 menjadi lebih kecil dari standar WHO (Stunting < 20 persen). Diantaranya kita sudah memiliki Pergub 107 tahun 2020 tentang penurunan stunting di Daerah Provinsi Jawa Barat selain itu ada juga kesepakatan bersama Pemprov Jabar dengan beberapa perusahan dalam rangka meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup di Jawa Barat melalui pencegahan stunting dan malnutrisi

 

Vice President General Secretary Danone Indonesia Vera Galuh Sugijanto mengatakan, untuk mencapai target penurunan stunting tersebut tidak bisa sendiri, namun dibutuhkan kolaborasi multipihak. Yang paling penting adalah edukasi, karena kita butuh edukasi untuk mengubah mindset, pola pikir dan juga gaya hidup masyarakat Indonesia.

"Melalui kampanye ‘Bersama Cegah Stunting’, kami mengintegrasikan berbagai program intervensi gizi spesifik dan sensitif pencegahan stunting Danone Indonesia untuk dapat diimplementasikan secara bersamaan,” jelas Vera Galuh Sugijanto.

 

Vera melanjutkan, sejak 2019, Danone Indonesia bersama Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) telah melakukan kolaborasi dalam upaya penanganan stunting pada 14 kab/kota prioritas di provinsi Jawa Barat. "Upaya tersebut mencakup pemberdayaan kapasitas tenaga kesehatan dan kader posyandu, Puskesmas dan Rumah Sakit dalam hal edukasi pencegahan stunting, pendataan, monitoring, skrining gizi hingga evaluasi,” tambah Vera.

 

Prof. DR. Dr. Damayanti R. Sjarif, Sp.A (K), Ketua Pokja Antropometri Kementerian Kesehatan dan Dokter Spesialis Anak Konsultan Nutrisi & Penyakit Metabolik RSCM menyamakan persepsi dulu tentang definisi stunting. Menurut WHO 2020, kondisi stunting adalah ketika panjang atau tinggi badan anak berada di bawah dua simpang baku yang diklasifikasikan sebagai stunted dalam grafik WHO 2006, yang disebabkan oleh kekurangan gizi kronik.

Kekurangan gizi kronik dapat merupakan akibat asupan nutrisi yang tidak memadai; misalnya karena kemiskinan, penelantaran atau ketidaktahuan, dan peningkatan kebutuhan gizi yang tidak terpenuhi akibat sering sakit misalnya diare kronik akibat sanitasi buruk, ISPA berulang akibat tidak diimunisasi, atau kondisi/penyakit tertentu yang memerlukan diet khusus misalnya bayi yang sangat prematur, alergi makanan, kelainan metabolisme bawaan, penyakit jantung bawaan, dan lainnya.

 

Tatalaksana stunting tentu saja disesuaikan dengan penyebabnya, sebenarnya perawakan pendek merupakan pertanda terjadinya masalah kekurangan gizi kronik yang lebih besar yaitu menurunnya kemampuan kognitif serta meningkatnya risiko Penyakit Tidak Menular (obesitas, diabetes, penyakit jantung koroner, hipertensi dan lainnya) di usia dewasa. Kedua hal ini yang menentukan kualitas SDM suatu bangsa.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement