REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis empat tahun penjara terhadap pengusaha pemilik Group Permata Energy Resources, Herry Beng Koestanto, terdakwa kasus penipuan dan penggelapan senilai Rp500 miliar.
Menanggapi vonis tersebut, Pengacara Herry Beng, Indra Ikhsan Novtrian, mengatakan menghormati hukuman yang dijatuhkan majelis hakim kepada kliennya. "Tidak ada tanggapan yang gimana-gimana. Kami hormati putusan hakim," kata Ikhsan di Jakarta, Jumat (9/7).
Pihaknya juga belum mengambil keputusan apakah akan mengajukan upaya hukum banding atau tidak atas putusan majelis hakim tingkat pertama tersebut.Dia mengungkapkan kliennya masih berpikir apakah mengajukan banding atau tidak yang akan diputuskan dua atau tiga hari ke depan.
Sementara Jaksa Penuntut Umum (JPU) Priyo Wicaksono mengaku menunggu sikap terdakwa apakah mengajukan banding atau tidak. Sejauh ini, JPU juga mengaku puas dengan putusan yang dijatuhi majelis hakim kepada terdakwa Herry Beng.
"Tuntutan kami diakomodir oleh hakim. Mereka masih pikir-pikir, tadi belum menyatakan sikap bagaimana di persidangan," kata Priyo.
Sebelumnya JPU menuntut terdakwa Herry Beng Koestanto atas kasus penipuan senilai 35 juta dolar Amerika Serikat atau setara Rp500 milia dengan pidana penjara selama empat tahun dikurangi selama terdakwa ditahan. Dalam tuntutannya, terdakwa melakukan dugaan penipuan kepada korban OPFL yang dilakukan periode September 2011 sampai Februari 2012.
Bahkan, terdakwa cenderung mengulangi perbuatannya berkali-kali.Pada 2016 terdakwa pernah dihukum oleh Mahkamah Agung (MA) atas kasus penipuan penggelapan senilai Rp53 miliar dalam jual beli saham dengan menggunakan cek atau bilyet giro kosong dan sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Perbuatan terdakwa berawal pada 2011 dimana korban OPFL diminta memberikan pinjaman dengan menggunakan proposal bank swasta yang seolah-olah uang korban akan dikembalikan setelah pinjaman cair.
Ketika pinjaman bank sudah ada yang cair, terdakwa belum mengembalikan kepada korban. Hal ini diketahui belakangan oleh korban Putra Masagung sebagai Direktur OPFL dan saksi Angela Basiroen serta saksi Lenny Thamrin.