Jumat 09 Jul 2021 22:26 WIB

Bacakan Pledoi, Edhy Prabowo Minta Maaf ke Jokowi & Prabowo

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan minta maaf ke Jokowi dan Prabowo.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Bayu Hermawan
Terdakwa kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster tahun 2020 Edhy Prabowo
Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Terdakwa kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster tahun 2020 Edhy Prabowo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo meminta maaf kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Hal tersebut disampaikan Edhy saat membacakan nota pembelaan terkait kasus suap izin ekspor benih lobster di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (9/7).

"Permohonan maaf secara khusus saya sampaikan kepada Presiden Republik Indonesia Bapak Ir. Joko Widodo dan Ketua Umum Partai Gerindra Bapak Prabowo Subianto, yang selama ini telah memberikan amanah atau kepercayaan kepada saya," ujar Edhy saat membacakan nota pembelaan. 

Baca Juga

Permintaan maaf juga ia sampaikan untuk para pimpinan, staf, dan seluruh pegawai Kementerian Kelautan dan Perikanan. "Yang telah merasa terganggu dengan adanya perkara ini," ucap Edhy.

Edhy juga meminta maaf kepada ibundanya, keluarga besar, serta keluarga sang istri, Iis Rosyita Dewi. "Dan seluruh masyarakat Indonesia pada umumnya dan keluarga besar masyarakat kelautan dan perikanan," katanya.

Dalam pledoinya, Edhy menyatakan siap untuk bertanggung-jawab sepenuhnya terhadap pekerjaan dan permasalahan yang ada di Kementerian Kelautan dan Perikanan. "Di dalam pesan saya melalui sebagai pimpinan KKP saya tidak akan melempar tanggung-jawab kepada orang lain dan mengingat saya selaku Menteri maka saya menyatakan siap untuk bertanggung-jawab sepenuhnya terhadap pekerjaan dan permasalahan yang ada di KKP," ujar Edhy saat membacakan pledoi. 

Meskipun mengaku akan bertanggung jawab, dalam nota pembelaannya, Edhy masih mengklaim bahwa dirinya tidak pernah melakukan inisiasi tindak pidana korupsi menerima suap berupa janji atau hadiah) terkait dengan ekspor benih lobster. Adapun, proses penerbitan perizinan terkait lobster dalam hal ini surat penetapan calon eksportir, surat keterangan telah melakukan pembudidayaan, berita acara pelepasliaran, sampai dengan surat penetapan waktu pengeluaran, dilakukan oleh pejabat eselon I. 

"Saya selaku pimpinan KKP mengharapkan kepada pejabat eselon I untuk dapat memproses perizinan tersebut secara objektif dan sesuai ketentuan yang ada, " tutur Edhy dalam Pledoinya 

Edhy melanjutkan, perihal pesan yang ia kirimkan kepada anak buah melalui pesan whatsap yang pernah diungkap di persidangan pun menurutnya tidak semata-mata persoalan benih bening lobster. Namun, mencakup semua hal. 

"Saya sering melakukan disposisi kepada jajaran saya baik itu para Dirjen, Kepala Badan, staf khusus dan staf lainnya sesuai dengan bidangnya masing-masing. Karena banyak sekali aspirasi dari masyarakat yang disampaikan langsung kepada saya salah satunya melalui whatsapps, " jelasnya.

"Dan saya harus menindaklanjuti aspirasi mereka dengan cepat dan tepat. Telepon genggam saya yang disita KPK menjadi bukti bahwa banyak sekali perintah atau disposisi saya kepada jajaran untuk menindaklanjuti aspirasi masyarakat," tambahnya. 

Edhy terus menekankan bahwa percakapan tersebut, bukan hanya soal izin benih bening lobster saja. Ia meyakini dalam percakapan melaui whatsapps itu tidak ada satu pun disposisi untuk meminta gratifikasi atau tindakan apapun yang melanggar hukum. 

Edhy juga menyatakan tuduhan soal uang suap yang diberikan pelaku usaha kepada salah satu stafnya dilakukan tanpa sepengetahuannya. "Saya juga tidak mengetahui dan tidak terlibat sedikitpun dalam urusan perusahaan kargo bernama Aero Citra Kargo (ACK). Tuduhan bahwa saya terlibat mengatur dan turut menerima aliran dana adalah sesuatu yang amat diipaksakan dan keliru, " katanya.

Edhy melanjutkan, berdasarkan fakta persidangan juga telah jelas bahwa dirinya tidak pernah menerima pemberian uang tersebut secara langsung dari pemilik PT. Dua Putera Perkasa Pratama (PT. DPPP) Suharjito. Namun, ia mengakui pernah melakukan pertemuan dengan Saudara Suharjito.

"Namun perlu saya sampaikan bahwa saya selaku Menteri memang memberikan ruang kepada setiap orang masyarakat kelautan dan perikanan yang akan menemui dan mengajak saya untuk berdiskusi demi kemajuan kelautan dan perikanan di Indonesia," klaim Edhy. 

"Saya menerima banyak sekali  tamu sepanjang tidak ada agenda lain dan saya terbuka terhadap masukan maupun kritik terhadap kebijakan yang saya lakukan namun saya mencoba untuk bersikap profesional dan tanpa pamrih, " tambah Edhy. 

Edhy tidak memungkiri bahwa para terdakwa lain dalam kasus ini memang merupakan orang kepercayaannya semenjak dirinya mengabdi di DPR R.I. Edhy bahkan mengaku telah memercayakan urusan keuangan kepada Sekretaris Pribadinya Amiril Mukminin baik dalam rangka kepentingan pribadi/keluarga maupun dalam rangka kepentingan kantor.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut agar Edhy dijatuhi hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan. Tak hanya pidana badan, Edhy juga dituntut untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp9.687.447.219 dan 77 ribu dollar AS dikurangi seluruhnya dengan uang yang sudah dikembalikan.

Edhy dinilai telah terbukti menerima suap Rp25,7 miliar terkait izin ekspor benih bening lobster atau benur. Jaksa meyakini suap diberikan guna mempercepat proses persetujuan pemberian izin budidaya lobster dan izin ekspor BBL kepada PT DPPP dan para eksportir benur lainnya.

 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement