Sabtu 10 Jul 2021 07:44 WIB

Usai Genosida 1995, Srebrenica Berjuang Demi Bertahan hidup

Jejak kekejaman hantui Srebrenica meski telah terjadi lebih dari dua dekade lalu

Kerabat korban tragedi Srebrenica menangis di Makam Monumen Potocari saat peringatan 24 tahun tragedi Srebrenica di Bosnia Herzegovina pada 10 Juli 2019. Lebih dari 8.000 pria dan anak laki-laki Muslim Bosnia terbunuh setelah pasukan Serbia Bosnia menyerang
Foto: Anadolu Agency
Kerabat korban tragedi Srebrenica menangis di Makam Monumen Potocari saat peringatan 24 tahun tragedi Srebrenica di Bosnia Herzegovina pada 10 Juli 2019. Lebih dari 8.000 pria dan anak laki-laki Muslim Bosnia terbunuh setelah pasukan Serbia Bosnia menyerang

REPUBLIKA.CO.ID, BELGRADE, Serbia -- Kota kecil Srebrenica di Bosnia dan Herzegovina yang menjadi sasaran genosida pada tahun 1995 hingga kini ternyata terus berjuang untuk keberadaan hidupnya. Ini terjadi ketika para pemudanya bermigrasi dan orang tua perlahan-lahan mati.

Terletak di timur negara itu, Sebrenica terus membangkitkan jejak rasa sakit yang disebabkan oleh kekejaman terhadap penduduknya pada 26 tahun yang lalu.

Elvis Spiodic, yang berusia 11 tahun ketika genosida terjadi, mengatakan kepada Anadolu Agency bahwa dia yakin Srebrenica memang tetap akan memperoleh kembali semangat lamanya. Namun peristiwa genosida itu telah benar-benar mengambil segalanya dari rakyat.

"Saya kembali ke kampung halaman sekitar 15 tahun yang lalu. Saya yakin Srebrenica akan mendapatkan kembali semangat lamanya. Apalagi kafe, restoran, hotel dan toko roti selama itu beroperasi dengan baik. Namun dalam lima tahun terakhir situasinya menjadi tidak bagus. Srebrenica kini sedang sekarat. Genosida merenggut segalanya dari warga yang tinggal di negeri ini," kata Spiodic.

Dia mengatakan para pemuda terpaksa pergi karena mereka tidak yakin bisa membangun masa depan mereka di sana.

"Saya juga berpikir untuk meninggalkan Srebrenica akhir-akhir ini," tambah dia.

Senad Djozic, yang kembali ke Srebrenica pada 2009, mengatakan tidak ada kafe, restoran, atau bioskop yang menjadi pemandangan biasa di kota-kota lain."Kami terbiasa hidup tanpa kehidupan sosial. Kecintaan Anda pada negara membuat Anda tidak bisa melihat kekurangannya," kata Djozic, seraya menunjukkan bahwa Srebrenica secara bertahap menjadi kota pensiun.

Fadila Efendic, yang kehilangan suami dan putranya dalam genosida, mengatakan dia selalu kesulitan menghadapi kenyataan.

"Wargalah yang membuat kota menjadi kota, bukan bangunannya. Begitu banyak orang terbunuh di sini. Mereka yang tinggal di sini hari ini hidup dalam ketakutan 'apakah sesuatu akan terjadi pada kita?' Saya penuh harapan ketika pertama kali datang ke sini," kata Efendic.

Lebih dari 8.000 pria dan anak laki-laki Muslim Bosnia tewas setelah pasukan Serbia Bosnia menyerang daerah aman PBB di Srebrenica pada Juli 1995. Pembunuhan massal tak bisa terelakan meskipun ada pasukan Belanda yang bertugas sebagai penjaga perdamaian internasional.

Srebrenica saat itu dikepung oleh pasukan Serbia yang berusaha merebut wilayah dari Muslim Bosnia dan Kroasia untuk membentuk sebuah negara.

Dewan Keamanan PBB pun menyatakan bila Srebrenica sebagai "daerah aman" pada musim semi 1995. Namun, pasukan Serbia yang dipimpin oleh Jenderal Ratko Mladic tetap nekad menyerbu zona PBB itu

Mladic kemudian dijatuhi hukuman seumur hidup atas kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida.

Akibat dari pasukan Belanda  gagal bertindak ketika pasukan Serbia menduduki daerah itu, maka warga Srebrenica menjadi korban. Sekitar 2.000 pria dan anak laki-laki pada 11 Juli 1993.

Sekitar 15.000 penduduk Srebrenica melarikan diri ke pegunungan sekitarnya, tetapi pasukan Serbia memburu dan membunuh 6.000 orang di hutan.

Jenazah korban mereka sebagian kini telah ditemukan di 570 tempat berbeda di negara itu.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement