REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dian Fath Risalah, Rizkyan Adiyudha
Wali Kota nonaktif Tanjungbalai, M. Syahrial pada Senin (12/7), didakwa menyuap mantan penyidik KPK, Stepanus Robin Pattuju sebanyak Rp 1.695.000.000. Suap diberikan agar kasus penyelidikan dugaan korupsi di Pemerintah Kota Tanjungbalai yang sedang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak naik ke tahap penyidikan.
Dalam dakwaan Syahrial, Jaksa menyebut nama Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin. Nama politisi Golkar itu disebut inisiator perkenalan Syahrial dengan penyidik KPK, Stepanus Robin Pattuju.
Jaksa menyebut perkenalan Syahrial dan Robin terjadi sekitar bulan Oktober 2020. Saat itu, Syahrial selaku Wali Kota Tanjungbalai yang juga merupakan kader Partai Golkar sedang berkunjung ke rumah dinas Azis Syamsudin di Jalan Denpasar Raya, Kuningan Jakarta Selatan. Di kediaman Azis tersebutlah, diduga Syahrial meminta Azis agar memperkenalkan Robin ke Syahrial.
"Setelah terdakwa setuju kemudian Muhammad Azis Syamsudin meminta Stefanus Robinson Pattuju yang merupakan seorang penyidik KPK menemuinya dan selanjutnya memperkenalkan Stefanus Robinson Pattuju kepada terdakwa," ucap jaksa KPK, Budi Sarumpaet saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Medan, Senin (12/7).
Dalam perkenalan itu, sambung jaksa, Robin menyebutkan, bahwa dirinya adalah seorang penyidik dari KPK dengan menunjukkan tanda pengenal KPK miliknya kepada Syahrial. "Stepanus Robin Pattuju menyebutkan bahwa dirinya adalah seorang penyidik dari KPK dengan menunjukkan tanda pengenal / Nametag KPK milik Stepanus Robin Pattuju dengan Nomor Pokok Pegawai (NPP) 0002215 kepada Terdakwa," ujar Jaksa.
Pada pertemuan itu, lanjut Jaksa, Syahrial menyampaikan kepada Robin akan mengikuti Pilkada periode kedua Tahun 2021 sampai dengan Tahun 2026. Namun, ada satu kendala yang ia hadapi yakni adanya informasi laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai pekerjaan di Tanjungbalai dan informasi perkara jual beli jabatan di Pemerintahan Kota Tanjungbalai yang sedang ditangani oleh KPK.
"Sehingga terdakwa meminta Stepanus Robin Pattuju selaku penyidik KPK supaya membantu tidak menaikkan proses penyelidikan perkara jual beli jabatan di Pemerintahan Kota Tanjungbalai yang melibatkan terdakwa ke tingkat penyidikan agar proses pilkada yang akan diikuti oleh terdakwa tidak bermasalah," ungkap jaksa.
Atas permintaan Syahrial tersebut, Robin bersedia membantu. Syahrial dan Robin selanjutnya saling bertukar nomor ponsel.
Beberapa hari kemudian, Robin menghubungi temannya bernama Maskur Husain yang merupakan seorang advokat atau pengacara. Saat itu, Robin menyampaikan ada permintaan bantuan untuk mengurus perkara dari daerah Tanjungbalai, Sumatera Utara.
"Kemudian Maskur Husain menyanggupi untuk membantu pengurusan perkara tersebut asalkan ada dananya sebesar Rp 1.500.000.000 yang kemudian permintaan Maskur Husain ini disetujui Stepanus Robin Pattuju untuk disampaikan kepada terdakwa," ucap jaksa.
In Picture: Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Diperiksa KPK
Atas kesepakatan itu, Robin kemudian menyampaikan kepada Syahrial agar menyiapkan uang yang diminta itu supaya proses penyelidikan perkara yang sedang ditangani oleh KPK yang melibatkan Syahrial tersebut tidak naik ke tingkat penyidikan.
"Selanjutnya, terdakwa setuju atas besaran dana yang diminta oleh Stepanus Robin Pattuju tersebut yang akan dibayarkan secara bertahap," ungkap Jaksa Budi.
"Selain itu, terdakwa juga meminta jaminan kepada Stepanus Robin Pattuju agar proses penyelidikan perkara jual-beli jabatan di Pemerintahan Kota Tanjungbalai yang melibatkan terdakwa tidak dinaikkan ke tingkat penyidikan dan selanjutnya Stepanus Robin Pattuju menjamin bahwa dirinya mampu membantu permintaan terdakwa," tambah jaksa.
Setelah kesepakatan tersebut, uang dikirim secara bertahap melalui rekening Riefka Amalia yang merupakan saudara dari teman perempuan Robin dan ke rekening Maskur. Ada juga pengiriman uang secara tunai.
"Bahwa pemberian uang yang dilakukan terdakwa kepada Stepanus Robin Pattuju melalui transfer bank sejumlah Rp 1.475.000.000 dan yang dilakukan secara tunai sejumlah Rp 220.000.000 sehingga total pemberiannya sejumlah Rp 1.695.000.000," ungkap jaksa.
Diketahui, tim penyidik KPK sebelumnya telah menggeledah tiga rumah pribadi, rumah dinas, dan ruang kerja Azis Syamsuddin di DPR. Dari penggeledahan itu, tim penyidik mengamankan sejumlah barang bukti.
Azis sendiri telah dicegah berpergian ke luar negeri selama 6 bulan, terhitung sejak 27 April 2021. Selain Azis, dua pihak swasta yakni Agus Susanto dan Aliza Gunado juga dicegah berpergian keuar negeri.
Sebelumnya, Dewas KPK juga sudah meminta keterangan kepada Azis sebagai saksi terkait dugaan pelanggaran kode etik penyidik KPK asal kepolisian, AKP Stepanus Robin Pattuju (SRP). Dalam putusan pelanggaran kode etik Robin pun, Dewas KPK menyebut bahwa Azis memberikan Rp 3,15 miliar kepada Robin.
"Dalam perkara Lampung Tengah yang terkait dengan saudara Aliza Gunado, terperiksa menerima uang dari Azis Syamsuddin sejumlah Rp 3,15 miliar yang sebagian diserahkan kepada saksi Maskur Husain kurang-lebih sejumlah Rp 2,55 miliar dan terperiksa mendapat uang lebih sejumlah Rp 600 juta," kata anggota Dewas KPK, Albertina Ho.
Sementara Azis saat selesai diperiksa menjadi saksi mengaku akan mengikuti proses yang sedang berjalan terkait kasus Stepanus tersebut. "Saya ikut proses yang ada saja, makasih," kata Azis saat itu.
Plt Juru Bicara KPK, Ipi Maryati mememastikan pihaknya masih terus melakukan pendalaman terkait perkara suap ini . Salah satu yang terus didalami terkait dugaan keterlibatan Wakil Ketua DPR RI, Azis Syamsuddin.
"Tim penyidik masih terus melakukan pengembangan dalam penyidikan perkara tersebut, " kata Ipi.
Ipi menuturkan, saat jalannya penyidikan sedikit terhambat lantaran kondisi pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat di DKI Jakarta. Tak hanya itu, banyaknya personel pada Kedeputian Penindakan yang masih harus menjalani perawatan ataupun isolasi mandiri karena terpapar Covid-19 pun membuat KPK harus melakukan berbagai penyesuaian.
"Masa penahanan tersangka misalnya menjadi salah satu tantangan penyidik untuk segera merampungkan penyidikan, " terang Ipi.
Sehingga, sambungnya, tim penyidik perlu menetapkan prioritas dan mengambil langkah-langkah tertentu dalam penanganan perkara. Tentunya, hal itu menjadi bagian tidak terpisahkan dari strategi penyidikan.
Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman memandang KPK perlu mendalami dugaan keterlibatan Azis terkait perkara perkara dugaan suap di Tanjungbalai tersebut. Menurut Zaenur, nama Azis memang banyak disebut sejak dulu di banyak kasus.
"Sesuai dengan apa yang terungkap dalam persidangan Dewas KPK, sudah seharusnya penyidik KPK memiliki informasi lebih lengkap dari Dewas KPK," ujar Zaenur.
Zaenur menilai, bantahan Azis tentu tidak menghalangi penyidik KPK, jika penyidik memiliki bukti. Karena, penyidik memiliki kewenangan yang jauh lebih besar dari Dewas, termasuk menyita, menggeledah, memanggil saksi dan lainnya.
"Sudah seharusnya alat bukti yang dimiliki penyidik lebih kuat dari informasi Dewas, " tegas Zaenur.
"Dengan alat bukti yang kuat, tentu tidak ada halangan KPK menetapkan seseorang sebagai tersangka, " tambah Zaenur.
Azis sudah pernah diperiksa oleh KPK pada 9 Juni 2021. Azis saat itu diketahui tiba di Gedung KPK sekitar pukul 09.00 WIB dan keluar dari Gedung Merah Putih KPK sekira pukul 17.35 WIB.
Azis yang datang mengenakan batik merah saat itu, tidak bersedia menyampaikan pernyataan apa pun usai menjalani pemeriksaan tersebut. Bekas ketua Komisi III DPR RI itu bungkam sembari berjalan menuju kendaraan yang sudah menunggunya di samping lobi Gedung Merah Putih KPK.
Azis kemudian bergegas masuk ke dalam Toyoya Fortuner hitam yang sudah terparkir. Dia hanya melambaikan tangan dari dalam kendaraan saat mobil itu melaju meninggalkan kantor lembaga antirasuah di Kuningan, Jakarta Selatan.