REPUBLIKA.CO.ID, PORT AU PRINCE - Presiden Haiti Jovenel Moise dibunuh di rumahnya yang dijaga ketat pekan lalu. Tak satu pun dari pengawalnya dilaporkan terluka.
Sekelompok mantan komando militer Kolombia dicap oleh kepala polisi sebagai pelakunya. Seorang dokter Amerika kelahiran Haiti juga diduga sebagai dalang pembunuhan.
Beberapa hari pascainsiden pembunuhan itu, jalan-jalan di Haiti tampak kosong dan gelap. Mengingat pascagempa Haiti yang dahulu ramai tapi kini menjadi sepi seperti hutan rimba.
Keadaan ini terjadi dikarenakan bukan hanya berkabung akan kematian presiden. Koresponden The New York Times (NYT) Catherine Porter dan tim pergi ke ibu kota Haiti. "Kami diselimuti kegelapan yang seolah berada di perdesaan, bukan ibu kota yang padat dengan lebih dari satu juta orang," kata dia.
Port Au Prince kembali mengalami pemadaman listrik. Ini adalah sebuah fenomena yang semakin umum bahwa Presiden Jovenel Moise yang awalnya berjanji menanganinya rupanya gagal untuk memperbaiki.
Di sisi berkabung akan kematian presiden, sepinya jalan-jalan di ibu kota dikarenakan rakyat takut akan geng-geng kota. Geng-geng kota berperang dengan keras pada dasarnya telah menutup salah satu jalan raya utama negara itu, memisahkan kota dari cadangan gas utamanya sehingga menyebabkan kekurangan bahan bakar.
Tim koresponden NYT juga melewati lingkungan Christ-Roi. Di wilayah itu 11 orang termasuk seorang jurnalis dan aktivis terkenal ditembak mati di jalan satu pekan sebelum presiden.
Bougenvil merah muda berjatuhan di atas tembok tinggi yang berjajar di jalan-jalan, seperti bunga di atas batu nisan. Ada banyak masalah rumit di Haiti sebelum pembunuhan mengerikan Moise. Kematiannya hanya menambah masalah di negara tersebut.