REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat diimbau agar mematuhi larangan pelaksanaan sholat Idul Adha berjamaah di masjid dan lapangan di wilayah zona merah dan oranye Covid-19. Pemerintah mengeluarkan kebijakan itu untuk menekan penularan Covid-19.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan Taushiyah Nomor: Kep-1440/DP-MUI/VII/2021 tentang Pelaksanaan Ibadah, Salat Idul Adha dan Penyelenggaraan Kurban saat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.
"Pelaksanaan salat Iduladha mengacu pada Fatwa Nomor 36 Tahun 2020 tentang Shalat Iduladha Dan Penyembelihan Hewan Kurban Saat Wabah Covid-19. Implementasinya diserahkan kepada Pemerintah atas dasar upaya mewujudkan maslahat (jalb al-mashlahah) dan mencegah terjadinya mafsadat (daf’u al-mafsadah)," kata Sekretaris Jenderal MUI Amirsyah Tambunan.
Pemerintah menutup aktivitas di semua rumah ibadah selama pelaksanaan PPKM Darurat, 3-20 Juli. Meski demikian, Amirsyah menjelaskan, azan tetap bisa dikumandangkan oleh petugas khusus yang memang rutin melakukan itu. Selain itu, pengurus dapat mengoptimalkan masjid dan tempat ibadah lainnya sebagai sarana edukasi dan rehabilitasi Covid-19, penyuluhan, serta pertolongan bagi masyarakat yang menjadi korban Covid-19.
Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah juga meminta masyarakat tidak melaksanakan salat Iduladha berjamaah di masjid dan lapangan di zona merah dan oranye. "Salat Idul Adha di lapangan atau masjid atau di fasilitas umum sebaiknya ditiadakan," bunyi salah satu poin imbauan PP Muhammadiyah melalui Surat Edaran Nomor 05/EDR/I.0/E/2021.
Dalam surat edaran, PP Muhammadiyah juga menyampaikan bahwa salat Iduladha bagi yang menghendaki dapat dilakukan di rumah masing-masing bersama anggota keluarga dengan cara yang sama seperti salat Idulfitri di lapangan.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengkritisi beredarnya pesan di media sosial yang menuding pemerintah komunis karena melarang salat Iduladha di masjid. Abdul Mu'ti mengatakan, masyarakat hendaknya kritis menyikapi berita-berita hoaks, disinformasi, dan mengadu domba.
"Saat jutaan orang menderita sakit dan wafat karena Covid-19 masih ada pihak yang membuat dan menyebarkan berita sampah yang tidak bermanfaat," kata Abdul Mu'ti.