REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Kepala Unit Transportasi Darah (UTD) Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Makassar, dr Sukmawati, menyampaikan stok plasma konvalesen telah kosong sejak Mei 2021. "Stoknya tidak ada, sampai sekarang kita kesusahan mencari pendonor. Kita punya daftar antrian yang lumayan banyak," kata dr Sukma di Makassar, Selasa (13/7).
Ia mengemukakan daftar antrian ini dilakukan karena PMI Makassar juga mengupayakan untuk memperoleh donor plasma dari luar Sulsel, seperti Pulau Jawa dan Jakarta, tetapi permintaan dari daerah tersebut juga sangat tinggi. Sejauh ini, PMI Makassar telah memproduksi sekitar 90 kantong lebih plasma dan semua telah disalurkan, termasuk ke luar daerah seperti Ambon dan Gorontalo. Sedangkan permintaan mulai meningkat pada Juni 2021.
"Jadi semua yang butuh, kita masukkan di daftar antrian agar kita upayakan cari dari luar, tetapi ternyata di Pulau Jawa pun antriannya berderet-deret, tahun lalu kita bisa dapat dari Jakarta, sekarang susah sekali," ungkap dia.
Sukma mengaku kesulitan pendonor ini juga karena pihaknya belum mengantongi data penyintas COVID-19 di Makassar maupun Sulawesi Selatan secara umum, serta tidak memiliki akses untuk menjangkau data tersebut. Padahal, kata dia, data ini sangat diperlukan untuk berkomunikasi dengan penyintas untuk donor plasma dan menolong pasien COVID-19 lainnya. Apalagi tidak semua penyintas bisa memenuhi syarat sebagai pendonor plasma.
"Dari 10 orang calon penyintas, sangat untung jika ada satu di antaranya yang lolos bisa mendonor," katanya.
Terkait permintaan donor plasma ini, PMI Makassar juga telah berkoordinasi dengan pihak BUMN, namun lagi lagi masih banyak calon pendonor yang tidak memenuhi syarat mendonorkan plasmanya. Lebih jauh, dr Sukma menjelaskan, plasma sangat berarti sebagai salah satu cara pengobatan bagi pasien COVID-19 yang pemberiannya berdasar pada ketepatan waktu.
Seharusnya, 72 jam pertama sejak gejala COVID-19 ada, pasien harus memperoleh donor plasma. Plasma penyintas COVID-19 adalah terapi tambahan untuk penderita COVID-19 sebagai salah satu jenis pengobatan yang diberikan.
"Cuma saat ini plasma dianggap berdampak positif bagi pasien di rumah sakit," ujarnya.