REPUBLIKA.CO.ID, MANDALAY -- Pemimpin pemerintah sipil Aung San Suu Kyi menghadapi empat dakwaan tambahan. Pengacaranya mengatakan dakwaan tambahan itu diajukan di pengadilan di Mandalay, kota kedua terbesar di Myanmar.
Pada Senin (12/7) pengacara Suu Kyi, Min Min Soe mengatakan tim pembela tidak terlalu banyak mengetahui tentang dakwaan yang terbaru. Kecuali dakwaan tersebut berkaitan dengan korupsi dan dua dakwaan juga ditunjukan untuk mantan menteri pemerintahannya Min Thu.
"Dakwaan korupsi, kami tidak tahu mengapa mereka menggugat? Atau apa alasannya, kami akan cari tahu," kata Min Soe seperti dikutip Aljazirah.
Kasus baru dapat membuat Suu Kyi yang berusia 76 menjalani proses hukum di tiga kota yang berbeda. Pemenang Hadiah Nobel Perdamaian itu ditahan sejak militer menggulingkan pemerintahannya yang sah pada 1 Februari lalu.
Ia juga sudah menjalani sidang di ibu kota Naypyidaw atas dakwaan mengimpor dan memiliki walkie-talkie ilegal. Ia juga dituding melanggar peraturan pembatasan sosial pandemi virus korona.
Di Yangon ia juga didakwa melanggar Undang-undang Kerahasiaan yang membuatnya dihukum penjara hingga 14 tahun. Tim hukumnya membantah semua dakwaan tersebut. Ketua tim pengacara Suu Kyi, Khin Maung Zaw mengatakan pemeriksaan silang saksi jaksa mengungkapkan penggeledahan ke rumah Suu Kyi dilakukan secara ilegal tanpa surat penggeledahan.
Dalam konferensi pers Senin kemari juru bicara militer Zaw Min Tun tidak menyinggung dakwaan tambahan. Ia mengatakan Suu Kyi melanggar konstitusi ketika jabatan penasihat negara dibentuk yang menurutnya dalam struktur komando berada di antara presiden dan wakil presiden.
Aung San Suu Kyi tidak dapat menjadi presiden karena almarhum suami dan anak-anaknya orang asing. Setelah partainya memenangkan pemilu pertama ia mendapatkan peran baru yakni penasihat negara dan menjadi kepala pemerintahan de facto Myanmar sebelum kekuasaan direbut militer.