Rabu 14 Jul 2021 16:07 WIB

Meredupnya Minat Dunia Terhadap Olimpiade Tokyo

Olimpiade Tokyo di tengah pandemi Covid-19 akan digelar tanpa penonton.

Perahu berlayar melewati cincin Olimpiade raksasa dan Jembatan Pelangi di area tepi laut Taman Laut Odaiba, Tokyo, Jepang. Olimpiade Tokyo akan digelar tanpa penonton menyusul penepatan status darurat pandemi di Tokyo untuk keempat kalinya pada Juli ini. (ilustrasi)
Foto: REUTERS/Kim Kyung-Hoon
Perahu berlayar melewati cincin Olimpiade raksasa dan Jembatan Pelangi di area tepi laut Taman Laut Odaiba, Tokyo, Jepang. Olimpiade Tokyo akan digelar tanpa penonton menyusul penepatan status darurat pandemi di Tokyo untuk keempat kalinya pada Juli ini. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Olimpiade Tokyo 2020, yang ditunda dari tahun lalu akibat pandemi,  dijadwalkan akan berlangsung dari 23 Juli hingga 8 Agustus. Namun, 10 hari jelang pembukaan olimpiade, pada Senin (12/7) Pemerintah Jepang untuk keempat kalinya menetapkan status keadaan darurat untuk Tokyo, yang kali ini berlangsung hingga 22 Agustus.

Lewat penetapan status darurat itu, pemerintah Jepang bermaksud untuk mengekang pergerakan warga selama olimpiade, serta liburan musim panas, termasuk liburan "bon" Jepang pada pertengahan Agustus. Olimpiade Tokyo sendiri akan digelar secara tertutup di hampir semua tempat.

Baca Juga

Berdasarkan hasil jajak pendapat Ipsos di 28 negara seperti dikutip Reuters, Rabu (14/7), minat dunia mengikuti Olimpiade Tokyo meredup di tengah kekhawatiran terhadap Covid-19 di Jepang dan mundurnya beberapa atlet terkenal, seperti yang terakhir, petenis Swiss, Roger Federer.

Jajak pendapat yang dirilis Selasa (13/7) itu, menyimpulkan rata-rata minat dunia mengikuti Olimpiade adalah 46 persen. Tetapi, kegairahan bermacam-macam di berbagai pasar yang di Jepang mencapai kurang dari 35 persen. Menurut survei Ipsos, hanya 22 persen warga Jepang yang mengatakan Olimpiade harus dilanjutkan.

Olimpiade yang akan dimulai dalam sembilan hari ke depan ini kehilangan dukungan publik di tengah masih adanya kekhawatiran terhadap risiko infeksi dan keadaan darurat yang diumumkan di Tokyo. Meskipun, penyelenggara menjanjikan langkah-langkah ketat terkait virus corona.

Penonton akan dilarang menghadiri semua event Olimpiade di Tokyo dan wilayah sekitarnya. Sedangkan para pejabat Jepang meminta warga menonton Olimpiade lewat televisi untuk meminimalkan pergerakan orang.

Di luar survei, mantan pegolf nomor satu dunia, Adam Scott mempertanyakan apakah menggelar Olimpiade Tokyo adalah sebuah keputusan yang bertanggung jawab. Pegolf Australia itu April lalu sudah memastikan tidak akan berlomba di Tokyo dan menjelang British Open dia menegaskan tak sedikit pun terpikirkan untuk mencabut keputusannya itu.

"Patut dipertanyakan mengapa Olimpiade mesti jalan terus, untuk event sebesar itu," kata mantan juara Masters itu kepada wartawan seperti dikutip Reuters.

In Picture: Pelepasan Kontingen Indondesia Menuju Olimpiade Tokyo

photo
Presiden Joko Widodo (kiri) memberikan salam kepada atlet disaksikan Menpora Zainuddin Amali (kedua kiri), Ketua Komite Olimpiade Indonesia Raja Sapta Oktohari (kedua kanan) dalam pelepasan kontingen Indonesia untuk Olimpiade Tokyo tahun 2021 di halaman Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (8/7/2021). Sebanyak 28 atlet dari 8 cabang olahraga akan berlaga dalam Olimpade Tokyo yang akan berlangsung dari 23 Juli hingga 8 Agustus 2021. - (ANTARA/Biro Pers Setpres/Lukas/sgd)

 

 

Menurut Scott, situasi di Jepang saat ini tidak bisa dibilang baik-baik saja. Apalagi, cakupan vaksinasi di Negeri Sakura tidak seluas di beberapa negara yang masif dalam program vaksinasi.

Sejumlah pegolf top sudah menyatakan tak akan mengikuti Olimpiade, termasuk pegolf nomor satu dunia Dustin Johnson dan para juara turnamen besar seperti Sergio Garcia, Martin Kaymer dan Louis Oosthuizen. Cabang golf mulai 29 Juli di Kasumigaseki Country Club, sementara untuk nomor putri baru dimulai 4 Agustus.

Gubernur Tokyo Yuriko Koike mengatakan, jumlah rumah sakit yang memadai dikombinasikan dengan percepatan dalam peluncuran vaksinasi di kalangan orang tua membuat kota tersebut siap menyelenggarakan Olimpiade yang "aman dan terjamin". Namun, Koike tetap memperingatkan, bahwa pandemi virus corona masih jauh dari kata selesai dan varian delta yang menyebar tetap menjadi risiko.

"Sangat banyak orang yang akan divaksinasi dalam sepuluh hari mendatang dan selama Olimpiade. Sebagai akibatnya, perubahan terbesar yang terjadi adalah penurunan substansial dalam rasio kematian dan kasus parah di antara orang tua," kata Koike, dikutip dari Reuters, Selasa (13/7).

"Karena itu, dan karena sistem medis sudah siap, saya pikir kita bisa maju dengan Olimpiade yang aman," dia menambahkan.

Presiden Komite Olimpiade Internasional (IOC), Thomas Bach, pun memuji Tokyo sebagai kota tuan rumah, "yang paling siap," bersamaan dengan masuknya para atlet ke Perkampungan Olimpiade, 10 hari sebelum upacara pembukaan acara multievent tersebut berlangsung. Bach, yang tiba di Jepang pekan lalu dan menghabiskan tiga hari di karantina, kepada Ketua Tokyo 2020 Seiko Hashimoto mengatakan bahwa penyelenggara, "Melakukan pekerjaan yang fantastis."

Keduanya bertemu saat para atlet mulai memasuki Perkampungan Olimpiade, yang dibuka awal pekan ini tanpa upacara penyambutan yang sering terlihat di Olimpiade. Penyelenggara menolak untuk memerinci tim mana yang masuk atau berapa banyak atlet yang sekarang berada di Perkampungan Olimpiade.

Meskipun pembukaan Perkampungan Olimpiade sederhana, Bach mengatakan, penyelenggara bisa yakin bahwa panggung olimpiade sudah siap. "Anda telah berhasil menjadikan Tokyo kota yang paling siap untuk Olimpiade," kata Bach, dikutip dari AFP, Selasa.

 

 

Tanpa penonton

Pada pekan lalu, Penyelenggara Olimpiade Tokyo 2020 sepakat untuk menggelar Olimpiade tanpa penonton. Kebijakan tersebut diambil setelah pembicaraan antara pemerintah dengan penyelenggara Olimpiade dan Paralimpiade Tokyo.

Langkah itu menandai perubahan besar dari beberapa pekan sebelumnya ketika penyelenggara masih berkeinginan untuk melangsungkan ajang olahraga tersebut dengan jumlah penonton yang terbatas.

"Sangat disesalkan bahwa kami menyelenggarakan Olimpiade dalam format terbatas, menghadapi penyebran infeksi virus corona," kata Presiden Tokyo 2020 Seiko Hashimoto.

"Saya meminta maaf kepada mereka yang sudah membeli tiket dan semua orang yang ada di daerah setempat," tambahnya.

Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga menilai penting untuk melakukan pencegahan penyebaran virus corona di Tokyo. Di mana, varian Delta Covid-19 yang sangat menular mulai menyebar sehingga dikhawatirkan menjadi sumber gelombang infeksi selanjutnya.

Menteri Olimpiade Tamayo Marukawa mengatakan, penyelenggara telah setuju untuk mengadakan Olimpiade tanpa penonton di Tokyo, dan akan memutuskan kebijakan lainnya sesuai dengan situasi di daerah setempat untuk venueyang berlokasi di luar wilayah ibu kota.

Absennya penonton, Jepang kini harus mengubur harapan kemeriahan dan kemegahan Olimpiade Tokyo. Padahal pemerintah Jepang juga panitia Olimpiade Tokyo sejak lama berharap ajang itu bakal jadi panggung pertunjukan kesuksesan pemulihan negara itu dari gempa besar 2011 yang menimbulkan kecelakaan nuklir.

Keputusan terbaru ini jelas akan menimbulkan kerugian jutaan dolar bagi panitia. IOC pun berharap ada peningkatan signifikan dari aspek produksi visual Olimpiade Tokyo, terutama di Jepang dan pasar terbesarnya, Amerika Serikat, akan membantu meminimalisir dampak kerugian keputusan terbaru ini.

IOC menyatakan Olimpiade Tokyo akan disiarkan secara global dengan potensi penonton hingga 5 miliar orang, berkat penambahan hak siar signifikan dibandingkan edisi-edisi sebelumnya baik melalui TV konvensional maupun digital.

"Kami berharap Olimpiade Tokyo yang luar biasa dalam kondisi spesial ini," kata Presiden IOC Thomas Bach.

 

photo
Promosi wisata Jepang saat pandemi Covid-19 - (Republika)

sumber : Antara/Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement