Rabu 14 Jul 2021 20:57 WIB

Ini Dampak dari Aksi Rusuh dan Penjarahan di Afrika Selatan

Perusuh menentang seruan pemerintah untuk mengakhiri aksi kekerasan.

Penjarah di luar pusat perbelanjaan di sepanjang barikade yang terbakar di Durban, Afrika Selatan, Senin 12 Juli 2021. Polisi mengatakan enam orang tewas dan lebih dari 200 telah ditangkap di tengah meningkatnya kekerasan selama kerusuhan yang pecah setelah pemenjaraan mantan Presiden Afrika Selatan Yakub Zuma.
Foto: AP/Andre Swart
Penjarah di luar pusat perbelanjaan di sepanjang barikade yang terbakar di Durban, Afrika Selatan, Senin 12 Juli 2021. Polisi mengatakan enam orang tewas dan lebih dari 200 telah ditangkap di tengah meningkatnya kekerasan selama kerusuhan yang pecah setelah pemenjaraan mantan Presiden Afrika Selatan Yakub Zuma.

REPUBLIKA.CO.ID, JOHANNESBER -- Kerumunan orang menjarah toko-toko dan kantor di Afrika Selatan, Rabu (14/7). Mereka menentang seruan pemerintah untuk mengakhiri aksi kekerasan sepekan yang telah menewaskan lebih dari 70 orang dan menghancurkan ratusan tempat usaha.

Kerusuhan terburuk di Afsel dalam beberapa tahun terakhir itu juga mengganggu pelayanan rumah sakit, yang tengah berjuang menangani gelombang ketiga Covid-19, dan memaksa sebuah kilang menghentikan kegiatannya.

Baca Juga

Aksi protes yang dipicu oleh penahanan mantan presiden Jacob Zuma itu sejak pekan lalu telah meluas menjadi penjarahan dan pelampiasan kemarahan publik atas kesulitan dan kesenjangan yang masih muncul 27 tahun sejak apartheid berakhir.

Zuma ditahan karena tidak memenuhi panggilan penyidik dalam kasus dugaan korupsi yang melibatkan dirinya. Dalam semalam, kerusuhan merembet hingga ke dua provinsi lain, Mpumalanga dan Northern Cape, kata polisi. Seorang juru foto Reuters melihat sejumlah toko dijarah di Kota Hammersdale, Kwazulu-Natal, pada Rabu.

Stasiun-stasiun TV lokal menyiarkan aksi penjarahan di kotapraja Soweto dan Durban, kota pelabuhan Samudera Hindia.Tentara telah diturunkan ke jalan-jalan untuk membantu polisi mengatasi kerusuhan. "Situasi sedang dipulihkan di sejumlah tempat pada Rabu, seperti Kotapraja Alexandra di utara Johannesburg," TV lokal melaporkan.

Jaringan Rumah Sakit Nasional (NHN), yang mewakili 241 rumah sakit umum yang menangani wabah Covid-19 terburuk di Afrika, mengatakan mereka kekurangan stok oksigen dan obat-obatan --yang sebagian besar diimpor melalui Durban, juga makanan."Dampak dari penjarahan dan perusakan membawa konsekuensi yang mengerikan bagi rumah sakit," kata NHN.

Menurut NHN, episentrum pandemi berada dalam provinsi-provinsi terdampak yang saat ini dikepung (massa). Staf rumah sakit di wilayah terdampak tidak bisa bekerja sehingga memperparah kelangkaan yang disebabkan oleh gelombang ketiga pandemi.

Ketika otoritas di Durban tampak tak berdaya menghentikan penjarahan, para penjaga berpistol yang berasal dari kalangan minoritas kulit putih, memblokade jalan untuk mencegah penjarahan meluas, seperti tampak dalam siaran TV. Seorang pria berteriak "pulang dan lindungi rumahmu".

Warga lainnya berkumpul di depan toko-toko swalayan menunggu toko dibuka agar mereka bisa membeli kebutuhan pokok untuk persediaan.Kemiskinan dan kesenjangan yang memicu kerusuhan telah diperparah oleh pembatasan ekonomi dan sosial untuk mencegah Covid-19.

Perwakilan Perserikatan Bangsa Bangsa di Afsel menyatakan kekhawatiran bahwa gangguan transportasi bagi pekerja yang disebabkan oleh kerusuhan itu akan meningkatkan angka pengangguran, kemiskinan, dan kesenjangan.

Meski dipicu oleh penangkapan Zuma, kerusuhan tersebut mencerminkan rasa frustrasi masyarakat pada kegagalan partai Kongres Nasional Afrika (ANC) yang berkuasa dalam mengatasi puluhan tahun kesenjangan sejak pemerintahan minoritas kulit putih berakhir pada 1994.

Sekitar setengah penduduk Afsel berada di bawah garis kemiskinan, dan pengangguran yang meningkat sejak pandemi telah membuat banyak orang menderita. Angka pengangguran mencapai rekor 32,6 persen pada triwulan pertama 2021.

sumber : Reuters/antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement