REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Al Masih, atau yang dibasuh, merupakan gelar agung yang hanya diperuntukkan untuk Nabi Isa.
Apa latar belakang pemberian gelar Al Masih kepada putra Maryam itu? Dalam Islam gelar Al Masih diabadikan dalam surat Ali Imran ayat 45:
إِذْ قَالَتِ الْمَلَائِكَةُ يَا مَرْيَمُ إِنَّ اللَّهَ يُبَشِّرُكِ بِكَلِمَةٍ مِنْهُ اسْمُهُ الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ وَجِيهًا فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَمِنَ الْمُقَرَّبِينَ
“Idz qaalal-malaaikatu ya Maryamu innallaha yubasyiruki bikalimatin minhu-smuhu al-Masih Isa ibnu Maryama wajihan fi ad-dunya wal-akhirati wa minal-muqarrabina.”
Yang artinya: “(Ingatlah) tatkala berkata Malaikat: Wahai Maryam! Sesungguhnya Allah memberitakan kepada engkau bahwa engkau akan mendapatkan satu kalimah daripada-Nya, namanya Isa Al Masih anak Maryam, yang termulia di dunia dan di akhirat, dan seseorang dari mereka yang dihampirkan.”
Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar menjelaskan, kata Al Masih sebagai gelar dari Isa anak Maryam adalah kalimat Ibrani yang di-Arabkan. Asal katanya ialah Masyika, yang asal artinya ialah yang diurapi dengan minyak.
Namun kemudian diberikan menjadi gelar kemuliaan bagi raja yang sudah dinobatkan. Sebab tiap-tiap raja yang dinobatkan (dikukuhkan sebagai raja), terlebih dahulu diurapi (diperciki) badannya dengan minyak suci oleh Kahin (pendeta).
Menurut kepercayaan Bani Israil, setelah raja-raja mereka yang besar seperti Daud dan Sulaiman mangkat, satu kali akan datang lagi Al Masih Raja Besar mereka yang kemudian akan mendirikan kerajaan kembali. Setelah beberapa lama kemudian, Nabi Isa anak Maryam AS, diutus sebagai nabi. Beliau diberikan gelar Al Masih yang berarti raja itu.
Buya Hamka menjelaskan bahwa pemberian gelar Al Masih kepada Nabi Isa AS oleh Allah SWT adalah sebagai kedudukan seorang ‘raja’ yang memperbaiki jiwa yang telah rusak. Namun demikian, orang-orang Yahudi tidak ingin mempercayai sebab mengganggu kedudukan mereka yang telah kokoh dalam masyarakat.
Sehingga Nabi Isa AS mereka fitnahkan kepada penguasa Kerajaan Romawi yang menguasai Yerusalem saat itu, dan mereka berkonspirasi agar Nabi Isa AS dibunuh saja.
Oleh sebab itu, kata Buya Hamka, hingga saat ini pun orang Yahudi masih menunggu kedatangan Masyikha yang lain. Sebab menurut mereka, dia belum juga datang. Sedang menurut orang-orang Nasrani, Nabi Isa itu adalah raja, putra Daud yang menjanjikan Kerajaan Allah yang di surga.
Sedangkan nama Nabi Isa pun asalnya merupakan bahasa Ibrani yang di-Arabkan. Asal Ibraninya adalah Yasyu. Adapun bahasa Ibrani dan Arab adalah serumpun dari bahasa Semiet dalam bahasa Yunani disebut Yezuz.
Dalam kehidupan Nabi Isa, beliau dikenal sebagai Nabi yang saleh, tawadhu, dan tunduk kepada Allah SWT. Nabi Isa adalah Nabi yang terkenal di antara nabi-nabi dan rasul-rasul Allah SWT. Sehingga tak sedikit dari ahli tasawuf Islam, terutama Imam Ghazali di dalam kitab Ihya Ulumiddin pun banyak mengambil perumpamaan tentang zuhud dari sosok Nabi Isa AS.
Nabi yang terlahir dengan proses istimewa tersebut dalam Islam tidaklah dianggap sebagai anak Allah SWT. Nabi Isa adalah manusia biasa ciptaan Allah yang diutus untuk memperbaiki jiwa-jiwa yang rusak.
Dan agama Islam, kata Buya Hamka, membantah sekeras-kerasnya tuduhan orang Yahudi bahwa Isa Al Masih bukanlah anak suci. Nabi Isa jelas anak yang suci, yang istimewa, dan mulia karena terlahir dari rahim wanita suci yang pernah Allah ciptakan.