Kamis 15 Jul 2021 12:41 WIB

PPKM Darurat Kurang Efektif Tekan Covid-19, Ini Kata Pakar 

Ketidakefektifan PPKM Darurat karena tak didukung penindakan tegas

Rep: Rr Laeny Sulistyawati / Red: Nashih Nashrullah
Petugas mengecek kelengkapan surat-surat kepada pengendara roda dua dan empat di posko penyekatan di Cibiru perbatasan Kota Bandung-Kabupaten Bandung di masa PPKM Darurat, Kamis (15/7).
Foto: Republika/M Fauzi Ridwan
Petugas mengecek kelengkapan surat-surat kepada pengendara roda dua dan empat di posko penyekatan di Cibiru perbatasan Kota Bandung-Kabupaten Bandung di masa PPKM Darurat, Kamis (15/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –  Pemerintah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat per 3 Juli hingga 20 Juli 2021, namun kasus harian Covid-19 tak kunjung turun bahkan meningkat. 

Ahli Epidemiologi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Windhu Purnomo, menilai PPKM Darurat belum efektif menurunkan kasus karena tidak ada larangan mobilitas yang tegas.  

Baca Juga

Menurut Windhu, dalam PPKM Darurat hanya menyebutkan ketentuan transportasi dalam kota atau wilayah saja masih boleh asalkan tidak lebih dari 75 persen. 

"Nah, itu bisa terjadi penularan karena ketika naik kendaraan umum tentu tidak bisa menjaga jarak 2 meter," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (15/7).

Terkait transportasi commuter line (KRL) yang mensyaratkan Surat Tanda Registrasi Pekerja (STRP), atau Surat keterangan dari Pemerintah Daerah setempat, atau Surat dari pimpinan instansi (minimal eselon 2 untuk pemerintahan) atau pimpinan perusahaan/kantor yang masuk sektor esensial dan kritikal, Windhu menilai tak banyak berdampak. Sebab, dia melanjutkan, lebih banyak orang yang bekerja di sektor non-formal yang tidak memiliki kantor dan terus bergerak. "Semestinya mereka (pekerja informal) harus dihentikan kan. Tetapi kalau dihentikan kerjanya harus ada kompensasi bantuan sosial, kalau tidak ya bergerak terus," katanya.

Tak hanya itu, ketika akan terbang menggunakan pesawat yang harus melampirkan surat keterangan hasil laboratorium bebas Covid-19 berdasarkan pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR), Windhu juga menilai ini tak menjamin. Sebab, bisa saja meski sudah negatif Covid-19 yang dibuktikan dengan pemeriksaan PCR kemudian ketika pergi nongkrong dengan rekan-rekan di bandara sesaat sebelum  pesawat berangkat dan ternyata terinfeksi artinya membawa virus tersebut saat pesawat lepas landas.

'Jadi, meski saya bawa surat bebas Covid-19 tetapi saya juga bawa virus. Ketika saya masuk pesawat bisa menulari satu pesawat, itu bagaimana," ujarnya.

Bahkan, dia melanjutkan, ketika sudah sampai tempat tujuan kemudian orang ini bisa menulari orang-orang saat ada di sana. Artinya, ia menilai pembatasan atau pelarangan mobilitas saat PPKM Darurat tidak mengerem kasus, hanya memperlambat saja. Untuk mengatasi lonjakan kasus, ia meminta pemerintah melakukan dua hal. Pertama, harus segera melacak sebanyak mungkin kasus untuk segera mengisolasinya, jadi orang yang tertular virus ini tidak keluyuran dan menularkan virus. Kedua, ia meminta pemeeintah menghentikan mobilitas dengan penegakan hukum. "Itu yang pemerintah mampu lakukan," katanya.

Kalau penularan kasus terus terjadi, Windhu khawatir di hilir yaitu fasilitas kesehatan akan kebanjiran pasien Covid-19. Rumah sakit tertekan karena banyak pasien yang antre untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

Tak hanya itu, dia melanjutkan, banyak pasien isolasi mandiri (isoman) yang meninggal dunia di rumah karena penuhnya rumah sakit. "Yang terpenting itu hulu (menghentikan mobilitas)," ujarnya.    

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement