REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) resmi memberikan izin penggunaan darurat (EUA) uji klinik obat cacing ivermectin di rumah sakit (RS). Artinya, ivermectin tak hanya bisa diakses delapan RS yang sedang mengikuti uji klinis, tetapi fasilitas kesehatan lainnya untuk uji klinik sebagai obat untuk mendukung penanganan terapi Covid-19.
"Belum ada EUA ivermectin (untuk umum). Uji klinik baru dimulai," kata Kepala BPOM Penny K Lukito saat dihubungi Republika, Kamis (15/7).
Pada EUA uji klinik, Penny mengatakan, rumah sakit bisa menggunakan ivermectin sesuai dengan petunjuk teknis tentang expanded access. Ia menambahkan, perluasan akses obat uji seperti ivermectin saat ini bisa dilakukan dengan resep dokter dan dosis untuk uji klinik.
Tak hanya itu, BPOM juga mengizinkan pendistribusian obat kepada apotek didasarkan kontrak antara pemilik EUA dan apotek. Ia menambahkan, pendistribusian obat yang diberikan EUA kepada apotek dalam jumlah terbatas untuk menghindari penumpukan persediaan di apotek.
"Namun, fasilitas distribusi yang mendistribusikan obat yang diberikan EUA wajib melaporkan pemasukan dan penyaluran obat tersebut kepada BPOM setiap dua pekan sekali melalui aplikasi e-was.pom.go.id," katanya.
Terkait ivermectin menjadi obat terapi atau obat Covid-19, Penny tak mau berkomentar banyak. Sebab, belum ada data mengenai masalah ini. "Hasil riset dibuka setelah ada analisa dan kesimpulan tentunya," ujarnya.
Sebelumnya, BPOM resmi mengizinkan penggunaan ivermectin untuk diuji klinik sebagai obat penanganan terapi Covid-19 di fasilitas kesehatan. Keputusan ini tercantum dalam Surat Edaran Nomor PW.01.10.3.34.07.21.07 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Distribusi Obat dengan persetujuan Penggunaan Darurat (Emergency Use Authorization).
Pada poin ketujuh isi edaran tersebut, BPOM menyebutkan delapan obat untuk mendukung penanganan terapi Covid-19, yaitu remdesivir, favipiravir, oseltamivir, immunoglobulin, ivermectin, tocilizumab, azithromycin, dan dexametason (tunggal). Dalam surat edaran itu, BPOM juga mengatur sistem distribusi dan mekanisme pelaporan pemasukan dari distributor obat sebagai upaya pemantauan di tengah kelangkaan obat pendukung penanganan terapi Covid-19.