Kamis 15 Jul 2021 17:51 WIB

Muda Mudi Yahudi-Amerika Semakin Memandang Israel Rasis

Lebih dari 34 persen pemilih Yahudi-Amerika akui perlakuan Israel ke Palestina rasis

Rep: Fergi Nadira/ Red: Christiyaningsih
 Pasukan Militer Israel mencegah seorang buruh Palestina memasuki wilayah Israel setelah secara ilegal melintasi pagar keamanan Israel di dekat kota Hebron Tepi Barat, Selasa (5/5). Pekerja Palestina mencoba memasuki area perbatasan Israel untuk bekerja setelah larangan masuk diberlakukan di tengah kekhawatiran atas penyebaran pandemi COVID-19.
Foto: EPA-EFE/ABED AL HASHLAMOUN
Pasukan Militer Israel mencegah seorang buruh Palestina memasuki wilayah Israel setelah secara ilegal melintasi pagar keamanan Israel di dekat kota Hebron Tepi Barat, Selasa (5/5). Pekerja Palestina mencoba memasuki area perbatasan Israel untuk bekerja setelah larangan masuk diberlakukan di tengah kekhawatiran atas penyebaran pandemi COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON - Survei menunjukkan pemilih Yahudi muda semakin memandang Israel sebagai negara apartheid. Semakin banyak orang Yahudi Amerika meyakini Israel melakukan genosida dan apartheid terhadap warga Palestina di wilayah pendudukan.

Survei yang diterbitkan oleh Jewish Electorate Institute merupakan pukulan bagi kelompok pro-Israel di AS seperti AIPAC. Survei ini juga menunjukkan pukulan keras bagi politisi di Tel-Aviv yang melihat komunitas Yahudi-Amerika sebagai sumber pengaruh di negara tersebut.

Baca Juga

"Lebih dari 34 persen pemilih Yahudi-Amerika setuju perlakuan Israel terhadap Palestina mirip dengan rasisme di Amerika Serikat," tulis laporan survei yang dikutip laman TRT World, Kamis (15/7).

Selanjutnya 25 persen setuju Israel adalah negara apartheid dan 22 persen setuju bahwa Israel melakukan genosida terhadap Palestina. Pemilih Yahudi yang lebih muda bahkan lebih cenderung setuju dengan pernyataan itu, meskipun masih bukan mayoritas, yang menunjukkan pemilih Yahudi yang lebih muda lebih bebas untuk berbicara kritis tentang Israel.

Awal tahun ini, Human Rights Watch menyebut tindakan Israel di wilayah pendudukan Palestina adalah apartheid dan penganiayaan. Temuan dari survei terbaru terhadap pemilih Yahudi juga mencerminkan perubahan sikap sosial di belakang gerakan Black Lives Matter (BLM) dan dampak global yang dimilikinya dalam menghubungkan minoritas yang tertindas secara global.

BLM dimulai pada 2013 dalam upaya untuk memerangi kebrutalan polisi, serangan bermotivasi rasial, dan kekuatan institusional yang mendiskriminasi orang kulit hitam. Pada Mei tahun ini, ketika orang-orang Palestina di Gaza yang diduduki menghadapi serangan gencar dari tangan militer Israel, gerakan BLM sangat mendukung perjuangan Palestina.

"Black Lives Matter berdiri dalam solidaritas dengan Palestina. Kami adalah gerakan yang berkomitmen untuk mengakhiri kolonialisme pemukim dalam segala bentuk dan akan terus mengadvokasi pembebasan Palestina. (Selalu begitu. Dan akan selalu begitu)," kata kelompok itu dalam sebuah pernyataan.

Jajak pendapat menemukan sembilan persen pemilih Yahudi setuju dengan pernyataan "Israel tidak memiliki hak untuk hidup". Namun, ketika pemilih di bawah 40 tahun ditanyai pertanyaan yang sama, jumlahnya bahkan lebih tinggi, dengan 20 persen setuju dengan pernyataan itu.

Sekitar 30 persen pemilih muda Yahudi setuju Israel melakukan genosida. Francis Boyle, seorang profesor hukum internasional di AS, mengatakan Palestina telah menjadi korban genosida seperti yang didefinisikan oleh Konvensi 1948 tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida.

"Para penulis dalam studi genosida umumnya mendefinisikan genosida sebagai rencana terkoordinasi yang ditujukan untuk menghancurkan fondasi penting kehidupan kelompok-kelompok nasional sehingga kelompok-kelompok ini layu dan mati seperti tanaman yang menderita penyakit busuk," tuturnya.

Beberapa telah mendefinisikan pendudukan Israel, pemukiman, dan penghancuran sistematis tanah Palestina sebagai bentuk genosida modern. Temuan ini kemungkinan akan mengkhawatirkan organisasi pro-Israel yang mencoba membuat kasus untuk Israel dan konon sentralitasnya terhadap identitas Yahudi.

Semakin banyak pemilih Yahudi tidak mengaitkan kritik terhadap Israel sebagai anti-Semit, sebuah asosiasi yang sering digunakan untuk meredam perdebatan seputar tindakan Israel terhadap Palestina. Para pemilih Yahudi hanya bisa menyetujui satu definisi anti-Semitisme, dengan 67 persen menyebut antisemitisme untuk mengatakan Israel tidak memiliki hak untuk hidup.

Ditanya apakah mereka merasa terikat secara emosional dengan Israel, 62 persen responden mengatakan mereka melakukannya dan 38 persen mengatakan tidak. Pergeseran serupa dalam sikap telah diamati di antara orang-orang Kristen Injili yang lebih muda, basis dukungan inti untuk Israel di AS selama beberapa dekade.

Hanya 33 persen mengatakan mereka mendukung Israel. Sedangkan 24 persen mengatakan mereka mendukung Palestina dan 42 persen mengatakan mereka tidak mendukung kedua pihak. Pergeseran telah menjadi dramatis dari jajak pendapat yang dilakukan pada 2018, yang menemukan sebanyak 69 persen kaum muda Evangelis berpihak pada Israel dan kurang dari enam persen berpihak pada Palestina.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement