REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami aliran dana yang dimiliki tersangka dugaan korupsi mantan pejabat Badan Pertanahan Nasional Kalimantan Barat (BPN Kalbar) Siswidodo (SWD). Dia diperiksa dalam kapasitasnya sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
"Tim penyidik mendalami antara lain terkait dengan dugaan adanya berbagai transaksi perbankan milik tersangka yang berasal dari penerimaan gratifikasi dan pencucian uang," kata Plt Juru Bicara KPK, Ipi Maryati Kuding di Jakarta, Kamis (15/7).
Kepala bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah Kantor BPN Kalbar itu diperiksa dalam dua perkara. Ipi mengatakan, kedua kasus itu yakni dugaan gratifikasi terkait dengan pendaftaran tanah dan perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Perkara bermula saat Kakanwil BPN Kalbar tahun 2012-2016 yang juga Kakanwil BPN Jawa Timur tahun 2016-2018, Gusmin Tuarita (GTU) menjadi Kepala BPN Kalbar sejak 2012. Pada 2016, ia menjadi Kepala BPN Jawa Timur (Jatim). Sedangkan Siswidodo berkantor di BPN Kalbar.
Saat bertugas di Pontianak, Gusmin mempunyai kewenangan memberikan memberikan hak atas tanah sebagai pelimpahan kewenangan dan pendaftaran atas tanah. Dalam tugasnya itu, ia dibantu oleh Siswidodo.
Pada 2013, sebagai pemilik kewenangan atas pemberian hak atas tanah, Gusmin diberikan hak untuk pemberian HGU atas lahan yang luasnya mencapai dua juta meter persegi. Namun sebelum pemberian HGU tersebut, pemberi izin harus melakukan pemeriksaan tanah oleh panitia internal.
Pemeriksaan tanah tersebut, sebagai syarat rekomendasi dari penerbitan HGU oleh BPN Pusat. Dalam kasus ini, Gusmin menunjuk dirinya sendiri sebagai ketua panitia pemeriksa tanah, dan Siswidodo sebagai anggota.
Keduanya memberikan rekomendasi kepada BPN Pusat untuk memberikan HGU terhadap perusahaan perkebunan sawit milik swasta sebagai pemohon. Terkait dengan peranya itu, sepanjang 2013 sampai 2018, mengalir sejumlah uang sebagai hadiah dari swasta pemohon HGU.
KPK menduga ada gratifikasi terkait penerbitan HGU lahan untuk perkebunan sawit yang luasnya mencapai dua juta meter persegi. Lembaga antirasuah itu menerangkan bahwa uang diterima terkait gratifikasi tersebut adalah Rp 22,23 miliar.
Mereka disangkakan melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.