Kamis 15 Jul 2021 20:33 WIB

Jokowi Sebar Obat Gratis, Pasien: Administrasi Jangan Ribet

Pemerintah mendistribusikan 600 ribu paket obat gratis untuk pasien isoman Covid-19.

Rep: Febryan. A/ Red: Andri Saubani
Petugas membawa sejumlah obat dan multivitamin untuk pasien Covid-19 di Gudang Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Bandung, Jalan Supratman, Kota Bandung, Kamis (15/7). Pada tahap pertama, pemerintah pusat mulai membagikan sebanyak 300 ribu paket obat gratis berupa multivitamin, parasetamol, Azithtromycin dan Oseltamivir bagi pasien Covid-19 yang menjalani isolasi mandiri di wilayah Pulau Jawa dan Bali. Foto: Republika/Abdan Syakura
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Petugas membawa sejumlah obat dan multivitamin untuk pasien Covid-19 di Gudang Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Bandung, Jalan Supratman, Kota Bandung, Kamis (15/7). Pada tahap pertama, pemerintah pusat mulai membagikan sebanyak 300 ribu paket obat gratis berupa multivitamin, parasetamol, Azithtromycin dan Oseltamivir bagi pasien Covid-19 yang menjalani isolasi mandiri di wilayah Pulau Jawa dan Bali. Foto: Republika/Abdan Syakura

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah segera membagikan 300 ribu paket vitamin dan obat gratis untuk pasien Covid-19 yang sedang menjalani isolasi mandiri (isoman) di wilayah berisiko. Sejumlah pasien Covid-19 dan penyintas berharap pendistribusian obat itu cepat dan administrasinya tidak ribet.

Fadhli (26 tahun), seorang pasien Covid-19 yang pernah menjalani isoman, menyambut baik kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu. Hanya saja ia berharap agar jarak waktu pelaporan gejala dan waktu penerimaan obat gratis itu bisa cepat.

Baca Juga

"Ya baguslah ada obat gratis. Yang penting obat itu datangnya jangan lelet, jangan sampai berhari-hari setelah laporan baru obat tiba. Gejala kan bisa tambah parah kalau tidak segera dikasih obat," kata Fadhli kepada Republika, Kamis (15/7).

Fadhli berpendapat demikian setelah berkaca pada pengalamannya meminta obat ke puskesmas. Sejak dinyatakan positif Covid-19 pada 27 Juni, Fadhli menjalani isoman di indekosnya di Palmerah, Jakarta Barat. Ia bergejala ringan.

Pada tanggal 28, Fadhli berkonsultasi dengan dokter lewat salah satu aplikasi penyedia layanan kesehatan daring berbayar. Setelah mendapat resep dokter, tanggal 29 ia langsung memesan obat di aplikasi tersebut. Pada hari yang sama, obat langsung datang diantarkan oleh pengemudi ojek daring.

"Itu saya dapat tujuh macam obat dengan biaya sekitar Rp 150 ribu," kata Fadhli.

Beberapa hari berselang, Fadhli melaporkan bahwa dirinya sedang menjalani isoman kepada pihak puskesmas. Lantaran gejalanya bertambah, Fadhli berkonsultasi dan meminta obat ke puskesmas pada 4 Juli.

"Obat dari puskesmas baru saya dapat tanggal 6 Juli. Saya pesan gojek untuk ambil obatnya yang ada lima jenis itu," kata Fadhli yang kini sedang menjalani perawatan di ruang isolasi rumah sakit karena gejalanya memburuk.

Desy Selviany (28 tahun), seorang penyintas Covid-19 yang sembuh setelah isoman, juga menyambut baik program obat gratis ini. Hanya saja, ia menekankan agar proses pengambilan obat jangan ribet.

Ketika Desy menjalani isoman di kamar indekosnya di Kelurahan Srengseng, Kembangan, Jakarta Barat, dirinya sempat lama menunggu obat karena prosesnya ribet. Saat itu gejala demamnya bertambah dengan diare pada hari ke empat isoman.

 

Desy lantas menghubungi petugas kelurahan yang bertugas memantau pasien isoman, sebagaimana diminta pihak puskesmas sebelumnya. Ia ingin menyampaikan keluhannya dan meminta obat, tetapi petugas itu tak merespons.

Desy lantas melapor ke pihak puskesmas kelurahan. Selanjutnya pihak puskesmas menegur petugas itu agar segera merespons keluhan Desy.

"Lalu saya telpon petugas kelurahan atau yang disebut PKC itu dan dia minta maaf. Tapi setelah itu dia malah suruh saya agar koordinasi langsung dengan kepala puskemas soal obat," papar Desy.

Setelah berkonsultasi dengan kepala puskemas kelurahan, barulah ia mendapat obat. Ia meminta ojek daring mengambil obat di puskesmas kelurahan pada hari itu juga.

"Ribetnya ya begitu karena ada perantara gitu" ujar Desy.

Selain soal ribetnya administrasi permintaan obat, Desy juga menyoroti ihwal minimnya petugas kesehatan yang memantau pasien isoman. "Obat gratis ya bagus, tapi kalau tidak terpantau kan bisa telat dapat penanganan pasien isoman yang kondisinya tiba-tiba drop," ujarnya.

Sebelumnya, Presiden Jokowi menyatakan, bahwa pemerintah menyediakan paket vitamin dan obat-obatan gratis bagi pasien Covid-19 yang melaksanakan isoman di rumah dengan wilayah yang berisiko penularan tinggi.

Jokowi mengatakan, saat ini telah tersedia 300 ribu paket yang akan segera didistribusikan di pulau Jawa dan Bali, serta 300 ribu paket untuk di luar pulau Jawa.  Jokowi menjelaskan ada tiga jenis yang disediakan yaitu paket obat dan vitamin bagi orang tanpa gejala (OTG), paket bagi yang mengalami gejala demam disertai hilang indra penciuman dan paket bagi yang bergejala demam disertai batuk kering. Ia menambahkan, ketiga paket tersebut akan disediakan Kementerian BUMN dan tidak diperjualbelikan.

"(Obat ini) didistribusikan di bawah koordinasi panglima TNI yang nanti bekerja sama dengan pemerintah daerah sampai ke pengurus RT/RW," kata Jokowi dalam keterangan unggahan Instagram resminya, Kamis.

photo
Harga eceran obat tertinggi dalam masa pandemi Covid-19. - (republika)

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement