REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA – Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan penyelidikan asal-usul Covid-19 terhambat oleh kurangnya data mentah pada hari-hari pertama penyebarannya di Wuhan. Terkait hal tersebut, WHO meminta China bekerja sama dan lebih transparan.
“Kami meminta China untuk transparan dan terbuka serta bekerja sama (dalam penyelidikan asal-usul Covid-19). Kita berutang kepada jutaan orang yang menderita dan jutaan orang yang meninggal untuk mengetahui apa yang terjadi,” kata Ghebreyesus dalam konferensi pers pada Kamis (15/7).
Menurut Direktur Program Kedaruratan WHO Mike Ryan, pada Jumat (16/7), Ghebreyesus dijadwalkan memberi pengarahan kepada 194 negara anggota mengenai studi asal-usul Covid-19 tahap kedua yang diusulkan. “Kami berharap dapat bekerja sama dengan rekan-rekan China kami dalam proses itu dan direktur jenderal akan menguraikan langkah-langkah untuk negara-negara anggota pada pertemuan besok, pada hari Jumat,” ujar Ryan.
Pada Maret lalu, WHO merilis hasil penyelidikan tentang asal-usul Covid-19 yang dilakukan bersama para ahli dari China. Mereka menjelaskan skenario paling mungkin terkait rantai penyebaran adalah virus dibawa kelelawar, kemudian ditularkan ke manusia lewat hewan lain. Tim mengusulkan penelitian lebih lanjut di setiap area, kecuali hipotesis kebocoran laboratorium.
Namun Ghebreyesus meminta tim yang menyelidiki asal-usul pandemi Covid-19 tetap mendalami kemungkinan kebocoran laboratorium sebagai penyebab menyebarnya virus. “Meskipun tim telah menyimpulkan bahwa kebocoran laboratorium adalah hipotesis yang paling kecil kemungkinannya, hal ini memerlukan penyelidikan lebih lanjut, berpotensi dengan misi tambahan yang melibatkan ahli spesialis, yang siap saya kerahkan,” kata Ghebreyesus pada 30 Maret lalu.