REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Solidaritas kemanusiaan merupakan salah satu solusi bagi bangsa ini melalui Pandemi Covid-19. Hal itu mengemuka dalam sebuah diskusi tentang Solidaritas Kemanusiaan yang menghadirkan sejumlah akademisi dan pegiat kemanusiaan yang bermukim di sejumlah negara.
Profesor Hera Oktadiana yang bermukim di Australia mengungkapkan yang dilakukan pemerintah Australia dalam langkah awal penanganan pandemi adalah membangun kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. "Nah, selanjutnya, masyarakat percaya apa yang disampaikan pemerintah dan tenaga medis," ujar Hera.
Menurut Hera, pemerintah menggunakan data untuk mengambil keputusan. Informasi yang sama disampaikan ke masyarakat dan mengacu pada satu sumber. "Hasilnya, kami hanya memakai masker sekitar dua minggu. Sebab selama dua minggu ini (kebersamaan juga terjadi), semua warga menjaga social distancing di tempat umum dan sekolah," kata dia.
Sekjen Palang Merah Indonesia (PMI), Sudirman Said, mengatakan masalah kemanusiaan merupakan masalah bersama, tidak mengenal suku, agama dan warna kulit. "Margin antara kapasitas penanganan dan kebutuhan penanganan itu semakin tipis bahkan mulai minus di sana sini, tempat tidur, obat-obatan mulai defisit bahkan hampir 1000 tenaga kesehatan gugur," ujar dia.
Tokoh kemanusiaan ini juga menggarisbawahi komitmen kebersamaan masyarakat dalam mengatasi pandemi. Saat ini yang diperlukan adalah keterbukaan dan kesediaan pemerintah untuk menjelaskan keadaan sebenarnya. "Hal ini penting agar rakyat siap-siap, sehingga bila keadaan memburuk kita sudah punya kesiapan dalam iuran pemikiran, kontribusi dan jalan keluar," tuturnya dalam keterangan tertulis yang disampaikan Jumat (16/7).
Sementara Rektor Universitas Syah Kuala, Profesor Samsul Rizal juga menggarisbawahi pentingnya kebersamaan dan solidaritas dalam penanggulangan pandemi. Semua elemen harus menganut semangat kejujuran, keikhlasan dan kebersamaan. "Semua suri teladan diharapkan menyadari bahwa setiap orang bisa menginspirasi orang lain," ucap dia.
Prof Samsul menjelaskan perguruan tinggi siap terlibat secara maksimal mengatasi pandemi Covid-19. Di seluruh Indonesia ada 80 Fakultas Kedokteran dan lebih dari 100 perguruan tinggi yang punya Prodi Keperawatan. Ini potensi yang harus digerakkan maksimal.
Di sisi lain, Prof Samsul mengecam para penyebar berita bohong atau hoax tentang pandemi Covid-19. "Orang-orang yang menyebarkan hoax itu tidak menjaga solidaritas. Tidak memiliki solidaritas kemanusiaan yang terhubung dengan Covid-19," katanya menegaskan.
Diskusi tentang Solidaritas Kemanusiaan ini dimoderatori akademisi Universitas Negeri Yogyakarta, Dwi Harsono. Hadir sejumlah akademisi lainnya seperti akademisi Universitas Gadjah Mada Profesor Muhamad Baiquni, akademisi Universitas Sam Ratulangi Profesor Winda Mercedes Mingkid, akademisi Hilversum Belanda Eddy Wiria, peneliti ISEAS Singapura dan Universitas Manchester Inggris Yanuar Nugroho. Lalu kandidat doktor Universitas Taiwan Andi Azhar, akademisi Universitas Paramadina Hendri Satrio. Adapula pegiat sosial kemanusiaan seperti Dadang Juliantara, Raharja Waluya Jati, Untoro Hariadi, dan Agung Hendarto