REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal (Sekjen) Palang Merah Indonesia (PMI) Sudirman Said mengatakan, terapi plasma konvalesen efektif bagi pasien Covid-19 bergejalan ringan dan sedang. Namun, hal serupa tak terlalu banyak membantu kepada pasien Covid-19 yang tengah kritis atau bergejala berat.
"Terbaik menerima plasma konvalesen adalah yang levelnya rendah dan menengah, yang sudah sangat akut, itu tidak akan membantu banyak," ujar Sudirman dalam sebuah diskusi daring, Sabtu (17/7). "Kalau ada pandangan sedang kritis, 'mari kita cari plasma', itu sebetulnya usaha yang tidak tepat," tambahnya.
Lebih lanjut, sekira 90 persen terapi plasma konvalesen efektif untuk menyembuhkan pasien Covid-19 dengan gejala ringan. Sebab, mereka akan menerima antibodi yang baru dalam tubuhnya.
Sudirman menjelaskan, plasma konvalesen yang baik berasal dari penyintas Covid-19 yang pernah mengalami gejala sedang dan berat. Antibodi dari si penyintas itulah yang akan dimanfaatkan menjadi plasma.
Namun pendonor plasma konvalesen, kata Sudirman, semakin berkurang dalam beberapa waktu terakhir. Sebab banyak dari mereka yang sudah sembuh dari Covid-19, enggan keluar rumah. "Sekarang tinggal kita dorong supaya makin banyak donor yang bersedia menyumbangkan plasmanya," ujar Sudirman.
Kebutuhan donor plasma konvalesen meningkat dalam beberapa waktu terakhir, seiring dengan tren kenaikan kasus Covid-19. Salah satunya terjadi di DKI Jakarta, di mana permintaannya meningkat hingga 200 persen.
Donor plasma konvalesen adalah salah satu pilihan terapi untuk mempercepat penyembuhan pasien Covid-19. Hal itu dilakukan dengan metode imunisasi pasif dengan menggunakan plasma darah konvalesen penyintas, yang diberikan kepada pasien yang sedang memulihkan diri setelah terinfeksi.
Selain merupakan penyintas Covid-19, pendonor plasma konvalesen juga harus dinyatakan telah sembuh minimal selama 14 hari. Selain itu pendonor adalah orang yang berada di rentang usia 18 sampai 60 tahun, berat badan minimal 55 kilogram dan diutamakan pria.