REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG - Perwakilan kementerian luar negeri China di Hong Kong menyebut sanksi baru Amerika Serikat (AS) terhadap sejumlah pejabat China dan panduan berbisnis bagi pelaku usaha AS di Hong Kong sebagai aksi perundungan yang sangat kasar. Aksi AS itu juga disebut perwakilan itu sangat tidak masuk akal dengan niat tercela.
Pemerintah AS pada Jumat (16/7) memberlakukan sanksi pada tujuh pejabat China atas tindakan keras Beijing terhadap kehidupan demokrasi di Hong Kong. Sanksi tersebut menjadi upaya terbaru Washington untuk meminta pertanggungjawaban China atas apa yang mereka sebut sebagai pengikisan hukum di bekas koloni Inggris itu.
Pemerintahan Biden juga mengeluarkan panduan pada Jumat yang memperingatkan perusahaan-perusahaan AS tentang risiko berbisnis dan beraktivitas di Hong Kong setelah China menerapkan undang-undang keamanan nasional yang baru di sana tahun lalu.
Seorang juru bicara Komisaris Kementerian Luar Negeri China di Hong Kong lewat sebuah pernyataan pada Jumat mengutuk keras sanksi AS itu. Ia menyebutnya sebagai gangguan terang-terangan terhadap urusan dalam negeri China dan Hong Kong.
"Kekhawatiran (AS) tentang kondisi bisnis di Hong Kong itu palsu. Upaya mereka untuk menghancurkan kemakmuran dan stabilitas Hong Kong, membahayakan keamanan nasional China, dan menghambat pembangunan China adalah nyata," kata dia dalam pernyataan.
Dia menambahkan penerapan undang-undang keamanan telah memperkuat posisi Hong Kong sebagai pusat bisnis dan finansial. Sanksi dan tekanan AS hanyalah "kertas bekas" yang tak akan menghentikan China untuk berkembang, kata dia.
Pada Sabtu, juru bicara pemerintah Hong Kong mengatakan Washington telah berkali-kali berupaya memfitnah undang-undang itu dalam setahun terakhir. "Upaya terakhir Pemerintah AS untuk menerbitkan apa yang mereka sebut dengan 'panduan' yang didasarkan pada tindakan menakuti-nakuti yang konyol dan tidak berdasar tentang situasi di Hong Kong, hanya memberikan bukti lain tentang kemunafikan dan standar ganda mereka, yang didorong oleh hegemoni ideologis," kata juru bicara itu dalam pernyataannya.