Ahad 18 Jul 2021 14:35 WIB

Kisah Pelanggar PPKM di Tasikmalaya yang Dipenjara di Lapas

Asep mengaku akan kembali membuka kedai kopi miliknya.

Rep: Bayu Adji P/ Red: Muhammad Fakhruddin
Pelanggar aturan PPKM Daruat di Kota Tasikmalaya dibawa ke Lapas Kelas II B Tasikmalaya untuk menjalani hukuman penjara, Kamis (15/7).
Foto: Republika/Bayu Adji P.
Pelanggar aturan PPKM Daruat di Kota Tasikmalaya dibawa ke Lapas Kelas II B Tasikmalaya untuk menjalani hukuman penjara, Kamis (15/7).

REPUBLIKA.CO.ID,TASIKMALAYA -- Asep Lutfi (23 tahun), pemilik kedai kopi di Kota Tasikmalaya, telah bebas menghirup udara segar, Ahad (18/7). Ia telah menjalani hukuman kurungan selama 3 hari di Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Kelas II B Tasikmalaya akibat melanggar aturan selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.

Lelaki asal Kecamatan Cihideung, Kota Tasikmalaya, itu menjalani hukuman kurungan sejak Kamis (15/7) di Lapas Tasikmalaya. Sebab, ia memilih hukuman penjara ketimbang denda Rp 5 juta karena membiarkan pelanggar meminum kopi di kedainya saat PPKM Darurat. 

Selama di dalam penjara, Asep mengaku kaget pada awalnya. Sebab, rambutnya harus digunduli seperti narapidana lainnya. Selain itu, ia sempat disatukan di sel bersama para narapidana lainnya, meski tak sampai 5 menit, Asep kemudian dipindahkan ke sel khusus. 

"Kemarin memang saya sempat disatukan dengan napi lain. Namun langsung dipindah ke sel khusus," kata dia usai keluar lapas, Ahad.

Ia menjelaskan, petugas memindahkannya ke sel strap lantaran penghuni di Lapas Tasikmalaya sudah melebihi kapasitas. Karenanya, untuk menjaga protokol kesehatan (prokes), ia dipindah ke sel khusus. 

Meski ditempatkan di sel strap, Asep mengaku tetap diperlakukan dengan baik. Ia bahkan diberi kasur oleh petugas untuk tidur di sel itu.

"Di dalam perlakuannya baik. Memang yang namanya kurungan tidak betah, tapi ya dijalani saja," kata dia.

Asep mengungkapkan, apabila memiliki uang berlebih, ia lebih memilih untuk membayar denda Rp 5 juta daripada masuk penjara. Namun, baginya uang Rp 5 juta itu terlalu besar, sehingga mau tak mau ia memilih hukuman kurungan. 

Setelah keluar dari penjara, Asep mengaku akan kembali membuka kedai kopi miliknya. Namun, ia bertekad untuk mengikuti aturan yang ditetapkan pemerintah.

"Keluar dari sini, mau buka kedai lagi. Ya saya ikutin aturan pemerintah. Biar pandemi cepat kelar, usaha bisa segera normal," kata dia.

Sementara itu, Kepala Lapas Kelas II B Tasikmalaya, Davy Bartian mengatakan, hukuman yang dijatuhkan kepada Asep sesuai dengan putusan pengadilan. "Tentu kami terima semata-mata untuk menjalankan tugas dan putusan pengadilan," ujar Davy, melalui keterangan resmi. 

Ia menjelaskan, Asep dijatuhi pidana kurungan selama 3 hari setelah melanggar Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jawa Barat (Jabar) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Ketentraman, Ketertiban Umum, dan Perlindungan Masyarakat. Hukuman itu diberikan setelah Asep kedapatan melayani makan dan minum di tempat usahanya di masa PPKM Darurat.

Davy menegaskan, bahwa prosedur penerimaan warga binaan yang dilakukan tetap sama sesuai Standar Operasional Prosedur Penerimaan Warga Binaan Pemasyarakatan Baru. Selain pemeriksaan administratif penertiban penampilan, Asep juga melakukan pemeriksaan kesehatan serta rapid test antigen mengingat kondisi pandemi Covid-19 yang masih berlangsung.

“Ia kami tempatkan terpisah karena yang bersangkutan baru saja masuk dari luar area lapas serta kondisi di dalam yang sudah overcrowded atau melebihi kapasitas. Kebutuhan dasar tetap kami berikan sebagaimana mestinya dan tentu kesehatannya juga terus kami pantau,” kata dia.

Davy mengungkapkan, saat ini penghuni Lapas Tasikmalaya berjumlah 357 orang. Padahal, kapasitas idel di lapas itu hanya diperuntukkan bagi 88 orang. Artinya, penghuni di Lapae Tasikmalaya sudah jauh melebihi kapasitas ideal semestinya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement