Senin 19 Jul 2021 18:02 WIB

Ancaman Pusat untuk Daerah yang Seret Cairkan Insentif Nakes

Setelah surat terguran, sanksi pemberhentian sementara kepala daerah bisa diterapkan.

Red: Andri Saubani
Petugas membawa barang-barang nakes yang terkonfirmasi positif Covid-19 untuk proses isolasi terpusat di RS Priscilla Medical Center Sampang, Cilacap, Selasa (25/5/2021). Selain risiko tinggi terpapar Covid-19 saat bertugas, nakes juga dirundung masalah seretnya pencairan insentif. (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Idhad Zakaria
Petugas membawa barang-barang nakes yang terkonfirmasi positif Covid-19 untuk proses isolasi terpusat di RS Priscilla Medical Center Sampang, Cilacap, Selasa (25/5/2021). Selain risiko tinggi terpapar Covid-19 saat bertugas, nakes juga dirundung masalah seretnya pencairan insentif. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Mimi Kartika, Nawir Arsyad Akbar, Novita Intan, Antara

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menegur kepala daerah di 410 kabupaten/kota karena realisasi insentif tenaga kesehatan (nakes) daerah per 14 Juli 2021 masih di bawah 25 persen. Sebelumnya, Mendagri juga menyebutkan telah menegur para gubernur di 19 provinsi karena hal yang sama.

Baca Juga

"Untuk kabupaten/kota data kami ada sekitar 410 kepala daerah yang kami tegur. Karena tadi di-cut off tanggal 14 Juli 2021, realisasi terhadap insentif nakesnya masih di bawah 25 persen," ujar Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri Mochamad Ardian dalam konferensi pers daring, Senin (19/7).

Dia mengingatkan, agar teguran tertulis dari Mendagri jangan dianggap sebagai sesuatu yang ringan. Sebab, dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, teguran ialah bagian dari sanksi.

Bahkan, dalam hal teguran tertulis telah disampaikan dua kali berturut-turut dan tetap tidak dilaksanakan, kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dapat diberhentikan sementara selama tiga bulan.

"Jadi mohon jangan dilihat teguran ini sebagai sesuatu yang ringan atau biasa saja. Ini sanksi. Sanksi yang bisa dikatakan keras," kata Ardian.

Menurut dia, pihaknya tidak akan tinggal diam setelah teguran tersebut dilayangkan. Kemendagri akan terus memantau daerah-daerah itu, tidak hanya mingguan tetapi juga setiap harinya untuk mengecek progres realisasi insentif nakes daerah.

Ardian berharap, teguran mendagri menjadi cambukan bagi pemerintah daerah agar segera melakukan percepatan pembayaran insentif nakes daerah. Dia mendorong agar realisasinya bisa di atas lebih dari 50 persen pada bulan ini.

Namun, dia menambahkan, realisasi rendah pun bukan berarti tidak ada penghargaan kepada nakes. Bisa jadi kasus Covid-19 yang ada di daerah yang ditangani oleh nakes itu tidak banyak, sehingga realisasinya rendah.

"Karena pemberian insentif nakes ini hanya diberikan kepada nakes yang nanganai Covid," tutur Ardian.

Dia menyampaikan, dari 503 kabupaten/kota yang telah menyampaikan Laporan Refocusing 8 Persen Dana Bagi Hasil (DBH)/Dana Alokasi Umum (DAU) tahun anggaran 2021, sebanyak 452 Daerah mengalokasikan anggaran untuk insentif nakes. Sedangkan, 51 daerah lainnya tidak mengalokasikan anggaran untuk insentif nakes.

Dari 452 daerah yang mengalokasikan anggaran untuk insentif nakes, 233 daerah telah melakukan realisasi. Sedangkan, 219 daerah lainnya belum melakukan realisasi (realisasi 0 persen) per 17 Juli 2021.

Ada enam kabupaten/kota yang realisasi insentif nakes daerahnya 100 persen yakni Kota Depok, Kabupaten Pemalang, Kota Palembang, Kabupaten Pangandaran, Kabupaten Banyuwangi, dan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan. Sedangkan, kabupaten/kota dengan realisasi terkecil antara lain Kabupaten Sleman (0,41 persen), Kabupaten Belitung Timur (1,03 persen), Kabupaten Padang Lawas Utara (1,24 persen), dan Kabupaten Gresik (1,24 persen).

Total refocusing untuk insentif nakes pada pemerintah provinsi Rp 1,93 triliun. Anggaran terbesar pada DKI Jakarta (Rp 710 miliar) dengan realisasi 43,16 persen. Sementara Kalimantan Selatan realisasi nakesnya sudah 100 persen dari total anggaran Rp 23,42 persen.

Anggaran terkecil pada Kepulauan Bangka Belitung (Rp 5,03 miliar), Sumatra Selatan (Rp 8,64 miliar, dan Sulawesi Tenggara (Rp 38,73 miliar), dengan realisasi masing-masing 0 persen. Sedangkan, tiga provinsi yang tidak menganggarkan insentif nakes daerah yakni Sumatra Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua.

Mendagri juga telah menegur para gubernur di 19 provinsi karena hal yang sama. Ke-19 provinsi tersebut adalah Aceh, Sumatra Barat, Kepulauan Riau, Sumatra Selatan, Bengkulu, dan Kepulauan Bangka Belitung. Juga Jawa Barat, Yogyakarta, Bali, dan Nusa Tenggara Barat.

Selanjutnya, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tengah. Serta, Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, dan Papua.

"Memang realisasinya (belum), uangnya ada tapi belum direalisasikan untuk kegiatan penanganan Covid, kemudian untuk insentif tenaga kesehatan, dan lain-lain," ujar Tito, dalam keterangan pers secara daring, Sabtu (17/7).

Tito mengatakan, bisa saja kepala daerah memang tak mengetahui persoalan realisasi anggaran penanganan Covid-19. Pasalnya, terkadang Badan Keuangan suatu daerah lebih memahami persoalan anggaran tersebut.

"Sementara kepala daerah kadang-kadang, kami beberapa kali ke daerah banyak yang tidak tahu posisi saldonya seperti apa. Nah ini kami keluarkan surat resmi," ujar Tito.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement