REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat, simpanan pemerintah daerah (pemda) di perbankan per 30 Juni 2021 mencapai Rp 190,13 triliun. Mayoritas simpanan pemda itu dalam bentuk giro sebesar Rp 139,06 triliun, deposito Rp 46,91 triliun, dan tabungan Rp 4,16 triliun.
"Kami berharap yang ada di perbankan bisa digunakan sesuai prioritas dan kebutuhan masyarakat mendukung PPKM 2021," ujar Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri Mochamad Ardian dalam konferensi pers daring, Senin (19/7).
Dia memerinci, total simpanan pemda di bank terdiri dari provinsi sebanyak Rp 59,03 triliun dan kabupaten/kota Rp 131,10 triliun. Simpanan pemda tertinggi di perbankan posisi Juni 2021 berada pada bank yang berlokasi di Provinsi Jawa Timur dengan nilai mencapai Rp 26,16 triliun, sedangkan simpanan pemda terendah berada pada bank yang berlokasi di Provinsi Sulawesi Barat dengan nilai sebesar Rp 0,96 triliun.
Namun, Ardian mengatakan, jumlah dana simpanan pemda tersebut merupakan saldo simpanan berdasarkan lokasi bank-bank berada. Sehingga, saldo simpanan pemda di perbankan pada suatu daerah bisa jadi tidak hanya milik dari pemda setempat, tetapi ada kemungkinan milik pemda lain yang membuka rekening pada bank di daerah itu.
Ardian juga menyampaikan update realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi dan Kabupaten/Kota 2021. Hingga 15 Juli 2021, secara agregat, realisasi pendapatan pada APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota sebesar 42,09 persen atau Rp 488,87 triliun.
Angka itu masih lebih rendah jika dibandingkan angka realisasi pada 31 Juli 2020 lalu yang mencatatkan pendapatan sebesar 48,21 persen atau Rp 536,70 triliun. "Masih ada sisa waktu 15 hari lagi, tentunya besar harapan kami realisasi pendapatan tahun ini bisa melebihi realisasi pendapatan di tahun sebelumnya," kata Ardian.
Jika dirinci, khusus realisasi pendapatan pada tingkat provinsi angkanya mencapai 43,47 persen atau Rp 158,56 triliun. Sedangkan untuk kabupaten/kota realisasi pendapatannya berada pada angka 41,45 persen atau Rp 330,31 triliun.
Persentase realisasi pendapatan tertinggi tingkat provinsi, yakni DI Yogyakarta 59,11 persen, sedangkan realisasi terendah Provinsi Aceh 30,33 persen. Persentase realisasi pendapatan tingkat kabupaten/kota tertinggi adalah Kabupaten Bojonegoro 65,39 persen, sedangkan realisasi terendah Kabupaten Maybrat 9,62 persen.
Sementara itu, secara agregat, realisasi belanja pada APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Indonesia yaitu 33,08 persen atau Rp 410,06 triliun. Rinciannya, realisasi belanja tingkat provinsi 35,18 persen atau Rp 138,17 triliun, sedangkan tingkat kabupaten/kota Rp 271.89 triliun atau 32,11 persen.
Persentase realisasi belanja tertinggi tingkat provinsi adalah Lampung dengan 47,52 persen, sedangkan realisasi belanja terendah Sulawesi Tenggara dengan 24,56 persen. Adapun, tingkat kabupaten/kota realisasi persentase belanja terbesar ialah Kabupaten Cianjur dengan 52,76 persen, sedangkan realisasi belanja terendah Kabupaten Maybrat dengan 6,13 persen.
Ardian menuturkan, dampak pandemi Covid-19 telah memukul perekonomian termasuk sektor pendapatan daerah, baik yang bersumber dari pajak maupun retribusi. Meski demikian, ia berharap pemerintah daerah segera melakukan realisasi pendapatan maupun belanja daerah untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi.
"Kami sangat berharap angka pendapatan dan belanja itu bisa berimbang. Ya, tentu kita pahami betul pemerintah daerah pasti mempersiapkan pendapatan yang lebih untuk mengatasi belanja ke depan," tutur dia.