REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengadakan pembicaraan dengan Raja Yordania Abdullah II di Oval Office pada Senin (197/7. Ini menjadi pertemuan pertama Biden dari tiga pertemuan tatap muka yang diharapkan segera dilakukan dengan para pemimpin Timur Tengah.
Raja Abdullah II bertemu Biden untuk pertama kalinya sejak presiden AS ini mengambil alih kekuasaan pada Januari. Biden menyebut raja sebagai teman yang baik, setia, dan baik.
"Anda selalu ada di sana, dan kami akan selalu ada untuk Yordania," kata Biden kepada wartawan saat sesi pengambilan gambar.
Biden mengatakan ingin mendengar tentang perkembangan di Timur Tengah dari Raja Yordania itu. "Anda tinggal di lingkungan yang keras," katanya.
Raja Abdullah II mengatakan daerahnya memiliki banyak tantangan. "Anda selalu dapat mengandalkan saya, negara saya, dan banyak rekan kami di kawasan ini," katanya kepada Biden.
Pemimpin tertinggi Yordania itu akan sarapan pagi bersama Wakil Presiden Kamala Harris pada Selasa (20/7) di kediaman wakil presiden. Dia juga akan bertemu dengan Menteri Luar Negeri Antony Blinken di Departemen Luar Negeri.
Sosok Raja Abdullah II memainkan peran unik di Timur Tengah. Dia dilihat oleh pejabat AS sebagai pemimpin moderat dan pragmatis yang dapat memainkan peran mediasi. Dia juga adalah pemimpin Timur Tengah pertama yang mengunjungi Gedung Putih Biden, diikuti Perdana Menteri Irak Mustafa al-Kadhimi pada 26 Juli. Pejabat AS dan Israel sedang bekerja untuk menjadwalkan pertemuan segera antara Biden dan Perdana Menteri baru Israel Naftali Bennett.
Seorang pejabat senior pemerintahan Biden mengatakan pembicaraan presiden dengan Raja Abdullah II diharapkan menyentuh jalan ke depan bagi Israel dan Palestina. Terlebih lagi Bennett baru-baru ini menggantikan Benjamin Netanyahu sebagai perdana menteri Israel. Ketegangan tetap tinggi setelah perang 11 hari pada Mei antara Israel dan Hamas di Gaza.
Menurut sumber itu, topik potensial lainnya adalah masa depan Abraham Accords era Donald Trump yang sudah mencapai kesepakatan normalisasi yang dicapai antara Israel dan empat negara Arab. Selain itu masalah negosiasi dengan Iran mengenai program nuklirnya dan krisis kemanusiaan Suriah pun akna disinggung.