Pemerintah Indonesia belum memutuskan kelanjutan PPKM Darurat di saat jumlah kematian terkait COVID-19 telah mencapai rekor lebih dari 1.300 dalam sehari.
Dengan penyebaran varian Delta yang lebih menular, Indonesia mencatat lebih banyak kasus baru dibandingkan negara lain, bila dilihat angka rata-rata tujuh hari.
Pakar kesehatan masyarakat menyebut negara dengan populasi terbesar keempat di dunia ini sebagai episentrum baru dari pandemi COVID-19.
Indonesia berada di urutan kedua di bawah Brasil dalam hal jumlah kematian terkait COVID, dan pada hari Senin (19/07) mencatat 1.338 kematian.
Jumlah kasus baru telah mencapai 50 ribu per hari, dengan total populasi yang telah terinfeksi lebih dari 2,9 juta orang.
Menurut Dicky Budiman, epidemiolog yang juga menjadi penasihat kebijakan COVID untuk pemerintah Indonesia, kenaikan dramatis jumlah kasus didorong oleh berbagai faktor termasuk "kelemahan dalam intervensi pembatasan" serta kurangnya jumlah tes.
Kepada ABC, ia menjelaskan bahwa sejumlah pemimpin daerah "tak ingin menunjukkan transparansi data jumlah kasus", sehingga menghambat upaya pelacakan kontak.
Indonesia menerapkan pembatasan ketat berupa PPKM Darurat untuk Jawa Bali dan 15 kota lainnya pada 3 Juli, dan pemerintah belum memutuskan kelanjutannya saat aturan ini akan berakhir Selasa (20/07).
Pemerintah juga meminta warga masyarakat agar tidak berkumpul merayakan Hari Raya Idul Adha, ketika umat Islam melaksanakan kurban hewan.
"Penurunan mobilitas tidak menunjukkan penurunan kasus. Kami evaluasi, apakah perpanjangan (PPKM Darurat) diperlukan," ujar Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan pekan lalu.
Seorang pengusaha restoran di Jakarta, Emil Arifin, menyatakan lebih dari 400 restoran di wilayah itu terpaksa ditutup selamanya bila PPKM Darurat dilanjutkan tanpa bantuan dari pemerintah.
Belum sampai 6 persen yang divaksin
Indonesia mengalami kesulitan untuk mendapatkan cukup dosis vaksin dalam upaya memenuhi target vaksinasi 180 juta orang pada Maret 2022.
Sejauh ini baru 15,6 juta atau sekitar 5,8 persen orang yang telah mendapatkan vaksinasi penuh.
Menurut Dicky Budiman, terlepas dari adanya persoalan distribusi, di kalangan masyarakat juga masih banyak orang yang menolak untuk divaksin.
Pemerintah Indonesia sangat bergantung pada vaksin buatan China, Sinovac, dalam program vaksinasi, namun ada peningkatan jumlah orang yang telah divaksin tetap jatuh sakit dan meninggal akibat COVID.
Meskipun telah mencapai 95 persen tenaga kesehatan yang telah divaksinasi penuh, kematian dokter mengalami peningkatan selama bulan Juli.
Kepercayaan pada pemerintah anjlok
Cara pemerintah RI menangani pandemi ini terefleksi dalam survei terbaru oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI).
Survei yang dilakukan pada akhir Juni menunjukkan kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan Presiden Joko Widodo dalam menangani pandemi anjlok.
Padahal, survei dilakukan sebelum jumlah kasus baru semakin meningkat.
Tingkat kepercayaan publik kepada Presiden Jokowi kini tinggal 43 persen, anjlok lebih dari 10 persen dibandingkan pada survei Februari yang masih mencapai 56,5 persen.
"Kepercayaan pada kemampuan presiden dalam mengatasi pandemi telah menurun tajam dalam empat bulan terakhir," ujar Direktur LSI Djayadi Hanan.
Seorang jubir presiden yang dimintai tanggapannya menyatakan dia belum mempelajari survei tersebut.
Kritikan dari beberapa media seperti TEMPO menyebut sikap bantahan atas beratnya situasi pandemi yang selalu ditunjukkan sejumlah pejabat pemerintah telah mempersulit pengendalian wabah.
Menurut Elina Ciptadi, seorang pakar komunikasi, untuk memulihkan kepercayaan publik, maka Presiden Jokowi harus berperan langsung dalam komunikasi untuk memastikan pesan yang jelas dan berbasis fakta.
"Bila semua pejabat pemerintah menyatakan situasi terkendali, namun fakta di lapangan menunjukkan rumahsakit yang kewalahan dan pasien ditolak, maka pejabat-pejabat tersebut kehilangan kredibilitasnya," katanya.
ABC/ Reuters
Diproduksi oleh Farid M. Ibrahim dari artikel ABC News.