Oleh : KH Muhammad Zaitun Rasmin MA, Wakil Sekreatris Dewan Pertimbangan MUI Pusat dan Ketua Umum Wahdah IslamiyahKetua
REPUBLIKA.CO.ID, — Dalam kehidupan realitas, banyak umat Islam yang tak menyadari urgensi dan fadilah hari raya Idul Adha. Hal ini tampak jelas dalam euforia perayaan mereka di sela-sela hari ini, yang seakan hanya dinomorduakan dari hari raya Idul Fitri.
Padahal, Idul Adha tidak kalah urgen dibanding Idul Fitri sebab selain ia adalah ikon utama persatuan umat Islam sedunia lewat ibadah haji, ia juga merupakan hari yang paling utama di sisi Allah Ta'ala. Dalam hadis sahih, Rasulullah SAW bersabda,
إن أعظم الأيام عند الله يوم النحر "Sesungguhnya hari yang paling utama di sisi Allah adalah hari an-Nahr (Idul Adha)." (HR Abu Daud: 1765)
Bila hari-hari paling utama di sisi Allah adalah 10 hari awal Dzulhijjah, maka puncak keutamaan itu ada pada hari ke-10 ini. Kedudukan strategis ibadah dan euforia perayaan di dalamnya tidak hanya karena ia datang sehari setelah hari Arafah yang puasa di dalamnya menghapus dosa setahun sebelumnya dan setahun setelahnya, namun lebih dari itu ia adalah hari pertama dari empat hari raya yang disyariatkan.
Perayaan di momen Idul Adha sampai empat hari ini merupakan nilai plus dan fadilah yang tak dimiliki Idul Fitri yang perayaannya hanya disyariatkan selama sehari. Rasulullah SAW bersabda, "Hari Arafah, hari an-Nahr (Idul Adha), dan hari-hari Tasyriq adalah hari raya kita, umat Islam, ia adalah hari-hari makan dan minum." (HR Tirmizi: 773).
Selain itu, Idul Adha merupakan hari pertama sekaligus puncak penyembelihan hewan qurban, sehingga ia dinamakan juga Idul Qurban alias hari raya qurban, meskipun penyembelihan qurban tetap dibolehkan pada tiga hari setelahnya yang juga dinamakan hari-hari Tasyriq.
Oleh karena itu, seharusnya momen ini disadari bahwa 10 Dzulhijjah adalah hari yang sangat strategis bagi setiap muslim untuk memperbarui karakter keislaman dan spirit kesalehan umat terutama dalam lingkup NKRI yang kita cintai.
Ia tidak boleh hanya dijadikan sekadar syiar kegembiraan, tapi mesti dijadikan momen persatuan, silaturahim sesama elemen umat Islam, serta momen pertunjukan utama nilai kemanusiaan dalam Islam yang tergambarkan dalam ibadah haji yang tak membedakan antara miskin dan kaya, hitam dan putih, serta lewat budaya pengayoman dan kerukunan antar strata sosial kemasyarakatan yang tergambarkan pada penyembelihan hewan qurban dan pembagiannya kepada mereka yang membutuhkan.
Idul Adha bukanlah momen satu-satunya untuk kita berhari raya saat ini, tapi ada tiga hari Tasyriq yang juga merupakan bagian hari raya yang mesti kita rayakan dan jadikan kesempatan untuk beribadah, melantunkan dzikir dan doa, serta bersilaturahim.
Tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah ini dinamakan Tasyriq yang bermakna "penjemuran daging-daging hewan qurban" karena pada zaman dahulu kala, di hari-hari inilah mereka menjemur daging-daging hewan qurban dengan tujuan agar daging-daging yang disembelih pada hari Idul Adha tersebut tidak rusak dan membusuk.
Ada juga yang menyatakan bahwa dinamakan tasyriq yang juga bermakna "terbitnya matahari dari arah timur" karena penyembelihan hewan qurban pada hari-hari ini hanya dilakukan setelah matahari terbit.