REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Rusia sedang mengembangkan rudal hipersonik sebagai tanggapan atas langkah-langkah Amerika Serikat dan NATO yang merusak keseimbangan militer dengan Moskow.
"Langkah-langkah ini termasuk keputusan untuk meninggalkanPerjanjian Rudal Anti-Balistik (perjanjian ABM), yang ditandatangani antara AS dan Uni Soviet pada 1972, dan penyebaran infrastruktur rudal balistik di Eropa dekat dengan perbatasan Rusia," kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov, Selasa (20/7).
Dalam konferensi pers di Moskow, Peskov mengatakan selama beberapa dekade terakhir, Rusia menyaksikan penghancuran bertahap dari perjanjian yang menjadi dasar kontrol senjata internasional.
“Kami juga menghadapi langkah-langkah tertentu dari AS dan NATO, yang sebenarnya merusak keseimbangan yang ada, termasuk pembentukan area posisi pertahanan rudal, penyebaran sistem peluncuran anti-rudal di Rumania dan negara-negara lain yang dekat dengan perbatasan kami. Ini adalah infrastruktur yang juga dapat digunakan untuk meluncurkan rudal serang," ungkap dia.
Peskov menambahkan bahwa situasi seperti itu menuntut langkah-langkah yang dapat menjamin keamanan Rusia dan akan menjamin kelanjutan dari paritas yang telah ditetapkan.
Kementerian Pertahanan Rusia mengumumkan pada Senin bahwa mereka berhasil meluncurkan uji coba rudal hipersonik Tsirkon pada target darat 350 kilometer jauhnya dengan kecepatan 7 Mach, atau tujuh kali kecepatan suara.
Menanggapi soal uji coba itu, juru bicara Pentagon John Kirby mengatakan rudal hipersonik baru Rusia berpotensi menyebabkan destabilisasi dan menimbulkan risiko yang signifikan karena mereka dapat membawa muatan nuklir.