Rabu 21 Jul 2021 16:45 WIB

Ombudsman Konfirmasi Pasal Sisipan Soal TWK dalam Perkom KPK

Ada maladministrasi dalam seluruh proses pelaksanaan TWK.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Agus Yulianto
Robert Endi Jaweng
Foto: Republika/Mimi Kartika
Robert Endi Jaweng

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ombudsman Republik Indonesia mengaku menemukan pasal sisipan dalam Peraturan Komisi (Perkom) KPK yang menjadi dasar hukum pelaksanaan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Ombudsman mengatakan, pasal sisipan itu dimasukan dalam rapat harmonisasi terakhir terkait TWK.

"Munculnya klausul TWK adalah bentuk penyisipan ayat. Pemunculan ayat baru dan itu munculnya di bulan-bulan terakhir proses ini," kata Anggota Ombudsman, Robert Na Endi Jaweng dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (21/7).

Robert menjelaskan, klausul TWK baru muncul dalam rapat terakhir yang digelar KPK secara internal dan tidak pernah ada dalam rapat harmonisasi bersama dengan Kemenpan RB, LAN, Kemenkumham, KASN dan BKN. Begitu juga terkait dengan kerjasama dengan BKN dalam melaksanakan TWK dimaksud.

Dia mengungkapkan, klausul TWK tidak pernah muncul dalam rapat harmonisasi dengan pihak terkait yang dilaksanakan sejak Agustus 2020 dan terutama harmonisasi pada 21-22 Desember 2020 dan 16-17 Januari 2021. Kata dia, kalusul TWK baru muncul pada rapat di 25 Januari di internal KPK, begitu juga dengan kerjasama dengan BKN.

Dia mengatakan, Ombudsman menyimpulkan bahwa pasa 5 ayat 2 huruf b terkait pelaksanaan TWK bekerjasama dengan BKN merupakan penyisipan ayat baru. Penyusulan itu, sambung dia, dilakukan pada rapat 25 Januari 2021.

Dia mengatakan, rapat terkait TWK dilakukan pada 26 Januari 2021. Rapat terakhir itu dihadiri oleh Menpan RB, Menkumham, Kepala BKN dan pimpinan lembaga terkait lainnya. Padahal, seharusnya rapat tersebut dipimpin oleh Dirjen Peraturan Perundang-undangan.

"Ini sesuatu yang luar biasa karena harmonisasi itu levelnya di Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Madya tapi ini harmonisasi terakhir dihadiri pimpinan lembaga dan kementerian," katanya.

Yang mengherankan lagi adalah berita acara hasil rapat harmonisasi terakhir itu justru ditandatangani oleh pejabat terkait yang tidak menghadiri kegiatan tersebut. Kata dia, berita acara ditandatangani oleh kepala biro hukum KPK dan direktur perundang-undangan kemenkumham serta pejabat terkait lainnya yang berada di level JPT madya.

"Ombudsman berpendapat ada penyimpangan prosedur dan penyalahgunaan wewenang di sana serta penyimpangan terkait kehadiran para pimpinan," katanya.

Seperti diketahui, Ombudsman menyebutkan bahwa ada maladministrasi dalam seluruh proses pelaksanaan TWK. Ombudsman menemukan adanya penyimpangan prosedur dalam pelaksanaan tes yang menjadi penentu dalam peralihan status pegawai KPK menjadi ASN.

Hasil pemeriskaan terkait asasemen TWK berfokus pada tiga isu utama. Pertama, berkaitan dengan rangkaian proses pembentukan kebijakan peralihan pegawai KPK menjadi ASN. kedua, proses pelaksanaan peralihan pegawai KPK menjadi ASN dan ketiga adalah pada tahap penetapan hasil asasemen TWK.

"Tiga hal inilah yang oleh ombudsman ditemukan maladministrasi," kata Ketua Ombudsman RI, Mokhammad Najih.

Dia menegaskan, koreksi Ombudsman ini mengikat secara hukum mengingat hasil pemeriksaan juga merupakan produk hukum. najih mengatakan, sebagai negara hukum maka wajib mematuhi hukum dan apabila tidak memenuhi rekomendasi itu artinya tidak patuh terhadap hukum.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement