Kamis 22 Jul 2021 09:21 WIB

Penjelasan Pakar Mengenai Virus Corona Varian Lambda

Varian lambda kini ditetapkan sebagai virus 'dalam pantauan'.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Nora Azizah
Varian lambda kini ditetapkan sebagai virus 'dalam pantauan'.
Foto: Public Domain Pictures
Varian lambda kini ditetapkan sebagai virus 'dalam pantauan'.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Varian virus corona bernama lambda pertama kali dilaporkan di Peru pada Desember 2020. Lambda kemudian menyebar ke beberapa negara di Amerika Selatan dan kini menyumbang lebih dari 20 persen kasus di sana. Varian itu juga terdeteksi di lebih dari 20 negara di seluruh dunia.

Segera muncul pertanyaan apakah lambda lebih menular dari varian lain dan dapatkah vaksin melindungi dari lambda? Pakar virologi Australia Adam Taylor dari Universitas Griffith, Queensland, berusaha menjelaskan lebih lanjut mengenai seluk-beluk varian tersebut.

Baca Juga

Dia menyampaikan, Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa telah menetapkan lambda sebagai "varian yang sedang dipantau". Berbeda dengan di Inggris, di mana Public Health England menganggapnya sebagai "varian yang sedang diselidiki".

Juni 2021, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan lambda sebagai "varian yang perlu diperhatikan" lantaran mutasinya dianggap memengaruhi karakteristik virus. WHO belum menganggap lambda sebagai "varian mengkhawatirkan" seperti alpha atau delta.

Bukti epidemiologis masih samar mengenai ancaman pasti yang ditimbulkan lambda sehingga diperlukan lebih banyak penelitian. Informasi bagaimana mutasinya berdampak pada penularan, kemampuan menghindari perlindungan dari vaksin, dan tingkat keparahan penyakit belum terlalu jelas.

Bukti awal menunjukkan lambda lebih mudah menginfeksi sel tubuh dan sedikit lebih baik dalam menghindari sistem kekebalan. Vaksin masih harus melakukan pekerjaan keras untuk melawannya. Mutasi yang memengaruhi protein lonjakan virus SARS-CoV-2 dapat meningkatkan infektivitas, yaitu kemampuan virus untuk menginfeksi sel.

Satu mutasi lambda (F490S) dikaitkan dengan penurunan kerentanan terhadap antibodi yang dihasilkan pada pasien yang telah pulih dari Covid-19. Ini berarti antibodi yang dihasilkan dari infeksi virus corona awal di Wuhan tidak begitu efektif dalam menetralkan lambda.

Mutasi lambda lainnya (L452Q) berada pada posisi sama dalam protein lonjakan seperti mutasi yang  sebelumnya ditemukan pada varian delta (L452R). Kedua mutasi F490S dan L452Q berada di "domain pengikatan reseptor", bagian dari protein lonjakan yang menempel di sel tubuh.

 

Sebuah studi awal menunjukkan antibodi yang dihasilkan pada orang yang menerima vaksin CoronaVac kurang ampuh menetralkan protein lonjakan lambda daripada varian Wuhan, alpha, atau gamma. Begitu juga penelitian berskala kecil lain yang belum ditinjau oleh komunitas ilmiah.

Riset itu mengungkap mutasi protein lonjakan lambda mengurangi kemampuan antibodi yang dihasilkan oleh vaksin Pfizer dan Moderna untuk menetralkan virus. Namun, tingkat pengurangannya moderat sehingga penelitian menyimpulkan vaksin masih dapat melindungi.

Penilaian risiko yang dirilis oleh Public Health England menyatakan belum ada cukup informasi tentang lambda untuk mengetahui apakah infeksinya meningkatkan risiko kasus yang parah. Lembaga itu merekomendasikan pengawasan berkelanjutan di negara-negara tempat merebaknya lambda dan delta untuk melakukan komparasi.

"Dengan tingkat penularan virus corona yang tinggi, ada risiko varian baru yang terus muncul. Varian lambda sekali lagi menyoroti risiko mutasi ini yang meningkatkan kemampuan SARS-CoV-2 untuk menginfeksi sel atau mengganggu vaksin dan obat antibodi yang ada," ungkap Taylor, dikutip dari laman The Conversation, Kamis (22/7).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement