Kamis 22 Jul 2021 11:33 WIB

DPRD DKI Tanggapi Usulan Polisi Tindak Pelanggar Prokes

DPRD DKI tidak keberatan dengan usulan pemberian kewenangan kepada polisi.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Bilal Ramadhan
Seorang warga pelanggar protokol kesehatan membersihkan papan penunjuk jalan saat Operasi Yustisi Protokol Kesehatan COVID-19 di kawasan Mampang, Jakarta Selatan.
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Seorang warga pelanggar protokol kesehatan membersihkan papan penunjuk jalan saat Operasi Yustisi Protokol Kesehatan COVID-19 di kawasan Mampang, Jakarta Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M Taufik mengatakan, ada beberapa penekanan terhadap usulan perubahan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Covid-19. Salah satunya adalah memberikan kewenangan kepada polisi untuk melakukan penyidikan tindak pidana pelanggaran terhadap protokol kesehatan.

“Kemarin kan di Perda (sebelumnya aturan) itu enggak ada,” kata Taufik.

Kemudian, sambung dia, wewenang serupa juga diberikan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), dalam hal ini, yakni Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Jakarta. Menurut Taufik, DPRD DKI tidak keberatan dengan usulan pemberian kewenangan itu.

Enggak ada (keberatan), kan ada ketentuannya PNS juga bisa penyidikan,” ujarnya.

Taufik menjelaskan, meski Satpol PP diberikan wewenang untuk melakukan penyidikan, tetapi yang memutuskan sanksi pidana tetaplah seorang hakim. Politikus Partai Gerindra ini menyebut, usulan perubahan sanksi dalam Perda Nomor 2 tersebut merupakan suatu upaya penguatan.

Sebab, sanksi yang sebelumnya tertuang dalam Perda itu dinilai belum cukup memberikan efek jera kepada pelanggar protokol kesehatan. “Kalau kemarin kan sekadar (sanksi) administrasi saja, tapi ternyata itu enggak buat jera juga,” tutur dia.

Lebih lanjut, ia menuturkan, usulan perubahan ini akan dibahas oleh Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DKI Jakarta bersama dengan pihak eksekutif. Rencananya, kata dia, hasil pembahasan itu bakal disampaikan dalam rapat paripurna pada Kamis (29/7) mendatang.

Ia menilai, perubahan sanksi ini sebagai upaya untuk mendukung kepentingan dan melindungi kesehatan masyarakat Jakarta. “Insya Allah dengan perubahan ini akan mengubah keadaan Covid-19 di DKI Jakarta,” ucap dia.

Adapun PPNS dalam melakukan penyidikan diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, serta Permendagri Nomor 3 Tahun 2019 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah.

Sementara itu, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menjelaskan, kewenangan yang diberikan kepada Satpol PP sebagai penyidik sudah sesuai dengan ketentuan yang ada.

Dia menyebut, Perda ini juga nantinya akan menjadi landasan hukum bagi kepolisian dalam membantu percepatan penanganan sanksi dan pidana pelanggaran protokol kesehatan.

“Tentu dalam Raperda ke depan kita membutuhkan bantuan, dukungan dari polisi untuk dapat melaksanakan tugas-tugas aparat hukum yang selama ini sudah ada. Namun, kita beri penguatan landasan hukum, payung hukum supaya memberi efek jera kepada masyarakat,” jelas dia.

Ia pun memastikan ada tahapan dan ketentuan yang diatur dalam memberikan sanksi pidana kepada pelanggar protokol kesehatan. Sehingga sanksi pidana berupa kurungan penjara maksimal tiga bulan tidak serta merta diberikan kepada pelanggar. Ariza mengungkapkan, sanksi pidana itu diberikan bagi pihak yang melakukan pelanggaran secara berulang.

“Sekali lagi, ini bukan maksud memberatkan, masyarakat jangan kaget dan takut karena ada (sanksi) pidana diberikan, sanksi ini dipidankan bagi mereka yang mengulang-ulang atau sembunyi-sembunyi melanggar ketentuan protokol kesehatan,” papar dia.

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan mengusulkan revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Covid-19. Dalam draf revisi perda itu, Pasal 32A mengatur sanksi denda dan pidana berupa kurungan penjara selama tiga bulan bagi individu dan kelompok yang melanggar aturan penggunaan masker secara berulang.

"Setiap orang yang mengulangi perbuatan tidak menggunakan masker setelah dikenakan sanksi berupa kerja sosial atau denda administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), dipidana dengan kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak Rp 500 ribu," bunyi Pasal 32A ayat (1), seperti dikutip dalam draf revisi Perda, Rabu (21/7).

Dalam draf itu, bagi pelaku usaha, pengelola, penanggungjawab perkantoran, penyedia jasa transportasi umum termasuk perusahaan aplikasi transportasi, pemilik rumah makan, kafe, dan restoran yang mengulangi pelanggaran protokol kesehatan dapat diberi pidana kurungan penjara maksimal tiga bulan, denda paling banyak Rp 50 juta, dan pencabutan izin usaha.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement