REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menegaskan kepada seluruh jaksa di Indonesia, untuk tak menjadikan penegakan hukum dalam penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Covid-19 sebagai alat pemiskinan. Burhanuddin meminta, agar seluruh jaksa penuntutannya, dapat menindak pelaku pelanggaran disiplin PPKM Darurat menggunakan hati nurani, dan dengan cara-cara yang manusiawi, serta berkeadilan untuk seluruh masyarakat.
Burhanuddin mengatakan, Kejaksaan Agung (Kejakgung) mendukung pemerintah dalam penerapan, dan perpanjangan PPKM Darurat. Karena sejatinya, menurutnya, langkah tersebut, upaya pemerintah untuk membebaskan masyarakat, dan memutus tali rantai penyebaran virus korona di masyarakat.
Burhanuddin pun setuju jika adanya sanksi bagi yang melanggar PPKM Darurat. Akan tetapi, kata Burhanuddin, agar penindakan terhadap pelaku pelanggaran PPKM Darurat, dilakukan proporsional.
"Saya tidak mengharapkan di situasi sulit saat ini (masa pandemi), hukum menjadi alat pemiskinan bagi rakyat," kata Burhanuddin, dalam amanat Hari Bhakti Adhyaksa ke-61, di Jakarta, Kamis (22/7).
Burhanuddin mengingatkan, hukuman yang tegas, bukan berarti memberlakukan hukuman atau sanksi yang berat. Tetapi, Burhanuddin mengingatkan, penegakan hukum yang tegas, adalah pemberian hukuman yang terukur dan proporsional.
Selain itu bisa memberikan kemanfaatan bagi semua masyarakat, dan dapat mengubah prilaku pelanggaran untuk tidak melakukan perbuatannya kembali. "Tetapkanlah tuntutan terhadap pelaku pelanggaran disiplin PPKM Darurat, dengan tuntutan yang proporsional, dan berdasarkan hati nurani," ujar Burhanuddin.
Dalam penerapan PPKM Darurat, tim kejaksaan adalah salah satu unsur penting dalam penegakan hukum. Kejaksaan, dapat melakukan penuntutan terhadap pelaku pelanggaran PPKM Darurat, dengan menyidangkan di tempat.
Semenjak penerapan PPKM Darurat sejak 3 sampai 20 Juli lalu, kebanyakan pelaku pelanggaran PPKM Darurat, adalah masyarakat di akar rumput, yang berusaha untuk tetap berdagang, atau berjualan demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Akan tetapi, kegiatan dagang, dan berjualan tersebut, banyak yang ditutup, atau dibubarkan paksa oleh satuan keamanan, karena melanggar ketentuan PPKM Darurat. Seperti, aktivitas dagang, yang melewati batas waktu operasional, atau lantaran tak melakukan pembatasan jarak antar pelanggan. Para pedagang yang melakukan pelanggaran PPKM Darurat tersebut, pun tetap dituntut lewat sidang tindak pidana ringan (tipiring) di tempat, dengan pemberian sanksi berupa denda jutaan Rupiah.