Kamis 22 Jul 2021 18:35 WIB

Satgas: Pelonggaran Bukan Berarti Kondisi Kembali Normal

Satgas meminta masyarakat memahami pelonggaran PPKM bukan berarti kondisi sudah aman

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Bayu Hermawan
Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito
Foto: BNPB
Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mengingatkan masyarakat agar memahami bahwa pelonggaran aturan PPKM level 4 yang rencananya akan dimulai 26 Juli 2021 nanti, tidak berarti situasi sudah sepenuhnya normal. Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, menyampaikan relaksasi aturan dilakukan secara bertahap dan berhati-hati, sekaligus tetap siap apabila dilakukan pengetatan kembali jika kasus meningkat. 

"Perlu diingat bahwa melakukan relaksasi bukan berarti menghapus pembatasan layaknya kembali ke masa awal sebelum pandemi Covid-19  terjadi," kata Wiku dalam keterangan pers, Kamis (22/7). 

Baca Juga

Sesuai dengan riwayat masa inkubasi Covid-19, maka evaluasi terhadap kebijakan ini bisa dilakukan setelah hari ke-10 hingga hari ke-14 pelaksanaan pelonggaran. Wiku mewanti-wanti masyarakat agar tetap menjalankan protokol kesehatan dengan ketat meski aktivitasnya mulai dilonggarkan. 

"Pemerintah berusaha sebaik mungkin dan melakukan monitoring persiapan maupun mensosialisasikan prosedur relaksasi agar semua elemen masyarakat siap menjalankan kebijakan yang akan diterapkan dengan penuh taggung jawab," ujar Wiku. 

Pelonggaran yang rencananya dilakukan pada 26 Juli 2021 pun bukannya tanpa syarat. Pemerintah masih perlu memastikan bahwa tren kasus Covid-19 menurun dan tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit juga terus membaik. 

Wiku menambahkan, relaksasi aturan merupakan kebijakan yang sangat kompleks. Tidak ada standar baku bagi sebuah negara untuk menerapkan pengetatan atau pelonggaran kegiatan masyarakat. Di Indonesia, ujarnya, seluruh kebijakan diambil dengan mempertimbangkan masukan ahli dan epidemiologis. 

"Pada rencana relaksasi terdekat, pemerintah telah menetapkan kapasitas serta jam operasional usaha mikro masyarakat sebagai populasi yang paling terdampak akibat pengetatan ini. sedangkan operasional di sektor lainnya akan diatur secara terpisah," jelasnya. 

Kebijakan relaksasi yang akan diambil pemerintah, ujar Wiku, juga mengacu pada indikator Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Indikator yang dimaksud antara lain perhitungan tren aksus harian, keterisian tempat tidur, manajemen sistem kesehatan, aspirasi dari masyarakat, dan perhitungan dampak sosial ekonomi. 

"Khususnya bagi masyarakat dengan pendapatan menengah ke bawah dan usaha mikro," ucapnya.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement