REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis (22/7) resmi memulai pendidikan dan latihan (diklat) bela negara dan wawasan kebangsaan. Diklat dilakukan terhadap 18 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) namun masih data dibina.
"Hari ini saya membuka secara resmi Pendidikan dan Latihan Bela Negara serta Wawasan Kebangsaan di Universitas Pertahanan Sentul, Bogor, Jawa Barat," kata Ketua KPK, Firli Bahuri dalam keterangan, Kamis (22/7).
Dia mengatakan, KPK mengapresiasi seluruh pegawai yang bersedia mengikuti diklat tersebut. Menurutnya, ini menjadi hari besar dengan jiwa ksatria, dimana insan pegawai KPK bersedia mengabdi, cinta dan setia untuk negara sesuai cita-cita yang termaktub dalam Pancasila dan Undang-undang Dasar (UUD).
KPK pada Rabu (21/7) lalu telah melepas 18 peserta diklat bela negara dan wawasan kebangsaan yang akan digelar hingga 30 Agustus 2021 nanti. Diklat digelar di tengah temuan Ombudsman akan kecacatan administrasi dalam keseluruhan proses pelaksanaan TWK.
Firli mengatakan, dari 18 pegawai yang mengikuti diklat sebayak 16 orang akan mengikuti secara langsung. Sedangkan, komisaris Jendral Polisi itu melanjutkan, dua pegawai yang masih menjalani isolasi mandiri Covid-19 akan mengikuti secara daring.
"Ini menunjukkan semangat dan tekad pegawai KPK tidak pernah menyerah dan mundur serta mempertahankan satu tekad untuk memberantas korupsi," kata Firli dalam keterangan terpisah.
Firli menegaskan, bahwa menjadi ASN tidak akan mengurangi independensi dan netralitas dalam pelaksanaan tugas. Lanjutnya, sebagai ASN, kini pegawai KPK memiliki tiga peran penting yaitu sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan public dan perekat kesatuan dan persatuan bangsa.
Materi diklat meliputi studi dasar, inti dan pendukung. Studi dasar mencakup wawasan kebangsaan (4 Konsensus Dasar Negara), Sishankamrata, kepemimpinan berwawasan bela negara, serta pencegahan dan penanggulangan terorisme/radikalisme dan konflik sosial. Studi inti mengembangkan nilai-nilai dan keterampilan dasar bela negara.
"Sedangkan studi pendukung antara lain pelaksanaan upacara pembukaan dan penutupan, muatan lokal (KPK) serta bimbingan dan pengasuhan," katanya.
Pagelaran TWK telah menyingkirkan 75 pegawai termasuk Novel Baswedan Wadah Pegawai KPK yang juga penyidik Yudi Purnomo, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi KPK Giri Suprapdiono dan Kasatgas KPK Harun Al-Rasyid. Dalam perkembangannya, sebanyak 24 dari 75 pegawai itu dinyatakan dapat dibina kembali melalui diklat bela negara.
Setelah diadakan, enam diantara 24 pegawai menyatakan tidak bersedia mengikuti diklat tersebut, salah satunya adalah Tata Khoiryah. Dia mengaku enggan ikut serta dalam lantaran tidak ada kejelasan dan keterbukaan terkait proses hingga hasil asasemen TWK.
"Bagaimana saya bisa percaya bahwa pembinaan yang ada evaluasi dengan batas minimum skor dilakukan dengan transparan dan dapat dipertanggungjawabkan kalau KPK saja tidak mau buka hasil TWK saya pribadi?" cicit Tata melalui akun Twitternya.
Seperti diketahui, Ombudsman Republik Indonesia menemukan adanya cacat administrasi dalam seluruh proses pelaksanaan TWK. Ombudsman menemukan adanya penyimpangan prosedur dalam pelaksanaan tes yang menjadi penentu dalam peralihan status pegawai KPK menjadi ASN.
Hasil pemeriskaan terkait asasemen TWK berfokus pada tiga isu utama. Pertama, berkaitan dengan rangkaian proses pembentukan kebijakan peralihan pegawai KPK menjadi ASN.
Pemeriksaan kedua, berkaitan dengan proses pelaksanaan dari peralihan pegawai KPK menjadi ASN. Pemeriksaan ketiga adalah pada tahap penetapan hasil asasemen TWK.
"Tiga hal inilah yang oleh ombudsman ditemukan maladministrasi," kata Ketua Ombudsman RI, Mokhammad Najih.