Kamis 22 Jul 2021 23:10 WIB

P2TP2A Catat Kasus Perdagangan Manusia di Cianjur Meningkat

Sebagian besar anak di bawah umur yang menjadi korban dijual ke tempat hiburan malam

Rep: Antara/ Red: Christiyaningsih
Perdagangan manusia. Ilustrasi.
Foto: UsAFE
Perdagangan manusia. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, CIANJUR - Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Cianjur mencatat, selama enam bulan terakhir kasus perdagangan manusia atau human trafficking mengalami kenaikan. Dari enam kasus tahun lalu kini menjadi 12 kasus. Sebagian besar anak di bawah umur yang menjadi korban dijual ke tempat hiburan malam.

Ketua Harian P2TP2A Cianjur Lidya Indayani Umar mengatakan, kenaikan kasus terjadi akibat kurangnya ekonomi keluarga selama pandemi. Akibatnya banyak orang tua yang membiarkan anak mereka bekerja di luar pengawasan. Kondisi ini membuat anak perempuan di bawah umur rentan menjadi korban trafficking.

Baca Juga

"Selama pandemi orang tua yang SDM-nya kurang membiarkan anak perempuannya membantu ekonomi keluarga. Namun mereka tidak tahu di mana anak mereka bekerja, meski usia mereka rata-rata masih di bawah umur berkisar antara 15 sampai 17 tahun," jelas Lidya, Kamis (22/7).

Mereka yang menjadi korban biasanya diiming-imingi gaji besar dan bekerja di bidang informal seperti karyawan di toko, rumah makan, dan beberapa tempat lainnya. Dengan demikian korban tertarik karena berniat untuk membantu ekonomi keluarga.

Namun setelah mereka terjaring, pelaku yang merupakan sindikat perdagangan manusia mengirim korban ke luar pulau. Seperti yang ditangani P2TP2A saat ini, beberapa orang remaja asal Cianjur dijadikan pekerja seks dan pemandu lagu tempat karaoke di NTT dan NTB.

"Korban trafficking asal Cianjur yang dipekerjakan di NTT sebagai pemandu lagu segera kami pulangkan. Sedangkan belasan orang korban lainnya di NTB masih dalam proses pemulangan setelah kami berkoordinasi dengan berbagai pihak," kata Lidya.

Minimnya pengetahuan dan pengawasan orang tua serta ekonomi yang sulit membuat para korban dengan mudah tergiur janji manis pelaku saat menawarkan berbagai pekerjaan. Namun setelah sampai ke lokasi yang dituju, banyak korban yang berhasil melarikan diri.

"Sehingga banyak orang tua yang mengizinkan anaknya untuk bekerja di luar kota atau luar pulau karena uang yang dijanjikan dapat membantu ekonomi keluarga. Namun setelah tahu, mereka melaporkan hal tersebut ke kami," katanya.

Selama pandemi, P2TP2A Cianjur kesulitan menggencarkan sosialisasi terkait trafficking ke berbagai kalangan secara langsung. Karena jika melalui media sosial, sosialisasinya masih belum bisa menjangkau hingga ke pelosok terutama wilayah selatan. Namun Lidya tetap mengimbau orang tua di Cianjur untuk tetap mengawasi kegiatan anak perempuan mereka saat berada di luar rumah.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement