Jumat 23 Jul 2021 12:02 WIB

AS Jatuhkan Sanksi ke Kepala Keamanan Kuba

Sanksi diberlakukan menyusul tindakan keras aparat Kuba terhadap pendemo.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Teguh Firmansyah
Seorang wanita memegang bendera Kuba selama pawai mendukung pemerintah Kuba, dekat kedutaan AS di La Paz, Bolivia, Rabu, 14 Juli 2021.
Foto: AP/Juan Karita
Seorang wanita memegang bendera Kuba selama pawai mendukung pemerintah Kuba, dekat kedutaan AS di La Paz, Bolivia, Rabu, 14 Juli 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) menjatuhkan sanksi terhadap menteri keamanan Kuba dan unit pasukan khusus kementerian dalam negeri atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia dalam tindakan keras terhadap pendemo. Tindakan ini merupakan langkah konkret pertama pemerintahan Joe Biden untuk menerapkan tekanan pada pemerintah Komunis Kuba.

Departemen Perbendaharaan AS mengatakan, sanksi telah ditempatkan pada seluruh unit keamanan kementerian dalam negeri, dan Menteri Angkatan Bersenjata Revolusioner. Jenderal Alvaro Lopez Miera,  AS menyebutnya sebagai pemimpin sebuah entitas yang anggotanya telah terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia yang serius.

Baca Juga

Kecepatan pemerintah AS untuk membuat sanksi baru lebih lanjut menandakan bahwa Biden sangat tidak mungkin untuk melunakkan pendekatan AS ke Kuba dalam waktu dekat. Sebelumnya Donald Trump, membatalkan detente era Obama yang bersejarah dengan Havana.

"Ini baru permulaan," kata Biden dalam sebuah pernyataan dikutip laman The Guardian, Jumat (23/7). Presiden menyatakan kecaman atas penahanan massal dan pengadilan palsu.

"Amerika Serikat akan terus memberikan sanksi kepada individu yang bertanggung jawab atas penindasan terhadap rakyat Kuba," katanya.

Menteri Luar Negeri Kuba Bruno Rodriguez menolak sanksi tersebut melalui akun resmi Twitternya. Dia menyebut sanksi  tersebut tidak berdasar dan fitnah. Dia juga mendesak AS untuk menerapkan langkah-langkah tersebut pada catatannya sendiri tentang penindasan sistematis dan kebrutalan polisi.

Pekan lalu ribuan rakyat Kuba melakukan protes menentang krisis ekonomi yang menyebabkan kekurangan barang-barang pokok dan pemadaman listrik. Mereka juga memprotes penanganan pemerintah terhadap pandemi virus corona dan pembatasan kebebasan sipil. Ratusan aktivis ditahan.

Pada saat yang sama, Pemerintah AS mengatakan masih mencari cara untuk meringankan penderitaan kemanusiaan rakyat Kuba. Gedung Putih mengatakan pada Selasa lalu bahwa Biden akan membentuk kelompok kerja untuk memeriksa pengiriman uang ke Kuba. Tujuannya adalah untuk menentukan bagaimana orang Amerika Kuba dapat mengirim uang ke keluarga di pulau itu sambil menjaga dana dari tangan pemerintah Kuba.

Trump telah memberlakukan pembatasan ketat pada pengiriman uang, yang diyakini sebelumnya berjumlah beberapa miliar dolar per tahun. Gedung Putih, dalam sebuah pernyataan, memperingatkan bahwa masalah pengiriman uang itu rumit dan membutuhkan pendekatan yang terukur dan bijaksana dalam koordinasi dengan para ahli.

Biden menegaskan kembali pada Kamis bahwa pemerintahannya sedang mencari cara untuk membantu rakyat Kuba mendapatkan kembali akses internet setelah Havana membatasi akses ke media sosial dan platform perpesanan termasuk Facebook dan WhatsApp. "Kami akan bekerja sama dengan mitra kami di seluruh kawasan, termasuk Organisasi Negara-negara Amerika, untuk menekan rezim," kata Biden.

Pemerintah Kuba menyalahkan protes sebagian besar pada apa yang disebutnya "kontra-revolusioner" yang dibiayai AS untuk mengeksploitasi kesulitan ekonomi yang disebabkan oleh sanksi Paman Sam. Sanksi dijatuhkan di bawah Global Magnitsky Act, yang digunakan untuk menghukum pelanggar hak asasi manusia dengan pembekuan aset AS dan larangan perjalanan ke AS. Namun pejabat AS telah mengakui bahwa pejabat Kuba jarang melakukan transaksi keuangan AS dan jarang bepergian ke AS.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement