Sabtu 24 Jul 2021 10:45 WIB

Negara Asia Tengah Siaga Tinggi, Taliban Rebut Perbatasan

Negara Asia Tengah siaga tinggi saat Taliban merebut perbatasan.

Red: Muhammad Subarkah
Roket mendarat di dekat Istana Kepresidenan di Afghanistan saat shalat Idul Adha.
Foto: Reuters
Roket mendarat di dekat Istana Kepresidenan di Afghanistan saat shalat Idul Adha.

REPUBLIKA.CO.ID, Situasi Afghanistan kini semakin panas setelah pasukan asing yang dikomandi AS di tarik pulang. Kekerasan merebak di mana-mana. Taliban yang dulu diremehkan kini semakin kuat. Setengah wilayah Afganistan sudah dikuasai. Mereka juga telah mengeung ibu kota negara Kabul.

Para negara jiran Afgganistan di Asie Tengah bersiaga. Mereka tak ingin terkena imbas adanya konflik tersebut. Wilayah Afghanistan mereka awasi. Ini karena banyak anggota tentara Afghanistan yang mengalami demoralisasi melarikan diri.

Berikut ini ada tulisan menarik yang dilansir Anadolu Agency, soal latar belakang munculnya situasi khaos di Afghanistan. Penulisnya adalah Zaki Shaikh yng merupakan seorang analis yang berbasis di Inggris dan telah mengajar di sejumlah universitas di tiga negara Asia Tengah.

Berikut tulisannya:

Memburuknya situasi keamanan di Afghanistan terutama di kota-kota yang berbatasan dengan Tajikistan dan Uzbekistan menunjukkan ketidakmampuan pemerintahan Presiden Ashraf Ghani untuk mengkoordinasikan dan merespons militer secara efektif.

Hal ini telah merusak situasi keamanan secara nasional maupun regional.

Para analis banyak mencari faktor utama di balik takluknya Tentara Nasional Afghanistan (ANA) oleh Taliban terutama di sepanjang perbatasan dengan Tajikistan dan Uzbekistan.

Beberapa mengaitkannya dengan kelemahan teknis pelaksanaan rencana penarikan oleh AS dan sekutu NATO-nya.

Sementara yang lain menyebut adanya salah perhitungan terkait kemampuan pertahanan ANA dalam melawan tekanan.

Menurut pakar yang berbasis di Tajikistan, Kosim Bekmukhammad, keberhasilan Taliban di beberapa provinsi disebabkan kesalahan perhitungan otoritas pusat Afghanistan soal kemampuan mereka dalam memastikan keamanan.

“Mungkin juga beberapa kekuatan di Kabul secara sengaja membiarkan Taliban merebut beberapa distrik di Afghanistan utara. Langkah ini dimaksudkan untuk menekan tokoh dan partai non-Pashtun,” kata dia.

Dalam konteks ini, kita bisa melihat kepentingan geopolitik dari beberapa aktor di kawasan, kata Bekmukhammad.

Dia menyampaikan pengaruh Taliban kini semakin besar bahkan di distrik non-Pashtun, terutama di distrik berbahasa Tajik.

Taliban dengan cepat mengambil keuntungan dari kegagalan logistik dan kurangnya koordinasi politik dari para pengambil keputusan di Kabul.

Pada saat yang sama, hal itu juga memungkinkan militer Rusia memperkuat kehadirannya di Asia Tengah dengan dalih melawan meningkatnya ancaman Taliban.

Mantan Wakil Kepala Angkatan Darat Uzbekistan Shamil Gareev memperkirakan Taliban akan mengambil alih Afghanistan.

Tetapi sulit mengatakan apakah Taliban akan melakukan agresi terhadap negara-negara Asia Tengah yang berbatasan dengan Afghanistan.

Dapat diasumsikan bahwa setelah berkuasa, Taliban akan tetap tidak ikut campur dalam urusan negara tetangga mereka.

Amerika yang mengecewakan

Gareev tidak mengesampingkan risiko bahwa beberapa elemen individu di antara Taliban, dengan "dukungan keuangan dari Rusia berpotensi mendorong peningkatan kelompok bersenjata ilegal di negara-negara Asia Tengah".

Menurut Bekmukhammad, Amerika yang memutuskan meninggalkan Afghanistan pada saat kritis telah mengecewakan otoritas negara di distrik-distrik Afghanistan.

Tindakan "tidak bertanggung jawab" AS telah membuat banyak pejabat dan personel militer Afghanistan meragukan prospek masa depan mereka.

Dengan kata lain, ketegangan situasi politik dan militer di Afghanistan utara dan timur laut berpotensi membahayakan penduduk distrik perbatasan.

Sebuah saluran berita Rusia mengatakan situasi keamanan yang genting ditambah keroposnya keamanan perbatasan dapat mendorong elemen "Kuda Troya" menembus perbatasan Uzbek dan Tajik dan mengacaukan wilayah tersebut.

Bukan hanya situasi keamanan yang memburuk, tetapi perdagangan dan hubungan ekonomi Afghanistan dengan negara-negara Asia Tengah juga berimbas secara signifikan karena pos perbatasan Sherkhan di Tajikistan selatan telah ditutup selama dua pekan, yang menyebabkan merosotnya perdagangan antara kedua negara.

Komentator Rusia, Valentine Bogdanov mengklaim di internal ANA sudah terjadi penyerahan massal.

Dia menunjukkan seluruh subdivisi tidak hanya dari militer biasa, tetapi bahkan dari milisi menyerahkan senjata di hadapan Taliban.

Taliban sementara menunjukkan kekuatan mereka yang terus meningkat, tapi juga menunjukkan rasa belas kasihan.

Di beberapa tempat, pasukan pemerintah diizinkan pergi dengan senjata mereka.

Beberapa dari mereka yang menyerahkan senjata diberi uang untuk kembali ke rumah masing-masing.

Saluran berita di Rusia telah menunjukkan rekaman pangkalan udara Bagram yang dievakuasi oleh pasukan AS pada awal Juli.

“Musim gugur ini spanduk hitam dan putih [Taliban] diharapkan menggantikan bendera nasional Afghanistan di atas menara beton, yang dikelilingi oleh kawat berduri sejauh beberapa kilometer,” kata Bogdanov.

Senator AS Jim Risch, anggota Komite Hubungan Luar Negeri Senat, baru-baru ini menyuarakan keberatannya soal keputusan menarik semua pasukan AS dari Afghanistan pada September tanpa perencanaan kelanjutan operasi kontraterorisme.

“Ada pilihan antara meninggalkan Afghanistan sepenuhnya atau tetap di sana selamanya. Keputusan ini sangat menghambat peluang perdamaian yang sedang dinegosiasikan dan menempatkan upaya keras kami dalam kontraterorisme dalam risiko,” ujar Risch.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement