REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dosen dari Departemen Politik Pemerintahan Universitas Gadjah Mada (UGM), Bayu Dardias Kurniadi, mendorong pemerintah daerah (pemda) membuat variasi hukuman bagi pelanggar protokol kesehatan (prokes) pencegahan Covid-19. Menurut dia, variasi hukumannya yang bisa menimbulkan deterrent effect atau efek jera seperti kerja sosial dengan pemulasaraan jenazah.
"Bagaimana misalnya ada variasi hukuman. Kalau kita tujuannya di penyadaran orang yang melanggar itu misalnya ya kita kerja sosial, suruh dua hari saja pemulasaraan jenazah, ya sudah takut itu pasti," ujar Bayu dalam diskusi daring, Sabtu (24/7).
Dia mengatakan, pola hukuman di daerah untuk menegakkan kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) terlalu standar, hanya denda dan kurungan penjara. Bayu tidak yakin sanksi tersebut membuat pelaku jera melanggar protokol kesehatan kembali.
"Saya lihat pola hukumannya itu menurut saya terlalu standar, denda dan kemudian kurungan. Saya enggak yakin apakah ada deterrent effect dari sana," kata dia.
Menurutnya, pemda perlu membuat terobosan karena kondisi saat ini sangat darurat. Meskipun kebijakan harus diimplementasikan secara konsisten dengan berbagai level penegakan di lapangan, tetapi variasi hukuman dapat diterapkan untuk membuat pelanggar kapok dan ketakutan.
Sementara, bagi kepala daerah yang tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya menangani pandemi Covid-19, Bayu mengingatkan, ada sanksi yang berasal dari masyarakat sendiri. Sanksinya tidak dipilih kembali pada pilkada berikutnya.