REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Dengan pasukan Amerika Serikat (AS) terakhir dalam perjalanan keluar dari Afghanistan, Presiden AS Joe Biden meyakinkan Presiden Ashraf Ghani tentang dukungan diplomatik dan kemanusiaan. Penekanan ini muncul ketika Taliban menambah tekanan pada pemerintah yang didukung AS di Kabul itu.
"Biden dan Ghani setuju serangan Taliban saat ini bertentangan langsung dengan klaim gerakan untuk mendukung penyelesaian konflik yang dinegosiasikan," kata pernyataan Gedung Putih pada Jumat (23/7).
Biden secara resmi mengakhiri misi militer AS di Afghanistan pada 31 Agustus. Dia berupaya melepaskan diri dari konflik yang dimulai setelah Alqaeda menyerang AS pada 11 September 2001.
Kekerasan meningkat tajam sejak rencana penarikan diumumkan pada April. Taliban melancarkan serangan, mengambil distrik dan penyeberangan perbatasan penting, serta mengepung atau mendekati beberapa ibu kota provinsi. Taliban menguasai sekitar setengah dari pusat distrik Afghanistan. Kondisi menunjukkan situasi keamanan yang memburuk dengan cepat.
Biden mengatakan kepada Ghani melalui sambungan telepon bahwa AS akan tetap terlibat secara diplomatik mendukung penyelesaian politik yang tahan lama dan adil. AS juga bersiap untuk mulai mengevakuasi ribuan pelamar Afghanistan untuk visa imigrasi khusus (SIV) yang berisiko mendapat pembalasan dari Taliban karena mereka bekerja untuk pemerintah AS.
Presiden AS juga telah mengesahkan hingga 100 juta dolar AS dari dana darurat untuk memenuhi kebutuhan pengungsi yang tidak terduga berasal dari situasi tersebut. Dia mengizinkan pelepasan 200 juta dolar AS dalam bentuk layanan dan barang dari inventaris lembaga pemerintah AS untuk memenuhi kebutuhan yang sama.