Sabtu 24 Jul 2021 17:45 WIB

IHW: Nasabah Bank Syariah Harus Dilindungi

Perbankan syariah harus tegakkan prinsip hukum Islam dalam kegiatan usahanya. 

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Irwan Kelana
Ketua Indonesia Halal Watch (IHW), Ikhsan Abdullah.
Foto: MUI
Ketua Indonesia Halal Watch (IHW), Ikhsan Abdullah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Halal Watch (IHW) merasa sedih dan gelisah atas pernyataan Yusuf Hamka mengenai adanya bank syariah yang memperlakukan nasabah begitu kejam bahkan zalim.

Direktur Eksekutif Lembaga Advokasi Halal Indonesia Halal Watch Ikhsan Abdullah mengaku telah menyaksikan video yang viral secara berulang-ulang. Ia mengaku amat kecewa dan gelisah bila nantinya terbukti secara hukum adanya kesalahan yang dilakukan baik oknum dari bank syariah swasta tersebut atau terhadap institusi dari salah satu bank syariah swasta tersebut. 

Pada prinsipnya, ucap Ikshan, bank syariah sebagaimana ketentuan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah (“UU Perbankan Syariah”), dimulai dari definisi, bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan seterusnya. 

Sedangkan prinsip syariah yang dimaksud dalam UU Perbankan Syariah itu sendiri adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. 

Dengan demikian, dalam praktik perbankan syariah dilarang untuk melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah.  Hal tersebut merupakan salah satu asas, tujuan dan fungsi dari perbankan syariah. 

"Hemat kami tentu penyelenggaraan perbankan syariah  di Indonesia harus berasaskan prinsip syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian sebagai asas, tujuan dan fungsi dari perbankan syariah," ujar Ikhsan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (24/7).

Kata Ikshan, adanya prinsip-prinsip syariah tersebutlah yang membedakan dengan Bank Umum Konvensional dalam melakukan kegiatan usahanya. Dalam hal ini,  perbankan syariah haruslah menegakkan prinsip hukum Islam dalam kegiatan usahanya. 

"Dari contoh kasus yang menimpa Bapak Jusuf Hamka maka jelas tindakan oknum atau salah satu perbankan syariah swasta tersebut menyalahi prinsip-prinsip dalam Islam.  Ia  mau melunasi tidak diperbolehkan dan masih dikenakan atau dipotong sebagai bunga," ucap Ikhsan.

Dalam permasalahan ini juga, ungkap Ikshan, diperlukan adanya suatu perlindungan bagi nasabah selain mengedepankan prinsip-prinsip kehati-hatian yang biasa diterapkan oleh Bank Umum (Baik Bank Umum Konvensional maupun Bank Umum Syariah).  Dalam hal ini juga diperlukan peran dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga yang berfungsi untuk mengatur dan mengawasi perbankan sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

Sejatinya, lanjut Ikshan, OJK telah mengeluarkan beberapa peraturan yang mengatur mengenai perlindungan konsumen di  bidang sektor jasa keuangan antara lain termuat dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan dan POJK No.31 /POJK 07/2020  tentang Penyelenggaraan Layanan Konsumen Dan Masyarakat Di Sektor Jasa Keuangan Oleh Otoritas Jasa Keuangan.

Kedua POJK tersebut memungkinkan bagi konsumen atau pihak yang menempatkan dananya dan/atau memanfaatkan pelayanan yang tersedia di Pelaku Usaha Jasa Keuangan termasuk dalam hal ini lembaga Perbankan untuk membuat pengaduan yang berpotensi sengketa yang merugikan materiil bagi konsumen kepada OJK.  Namun, kata dia,  seringkali hal ini tidak efektif, mengingat sanksi yang dikenakan oleh OJK hanya sebatas pada pengenaan sanksi administratif.

"Sebagai Lembaga Advokasi Halal satu-satunya nya di Indonesia, tentu IHW menganggap penting kasus ini diselesaikan dengan baik, jujur, dan transparan," ucap Ikshan.

IHW, kata Ikhsan, tidak ingin nila setitik merusak susu sekolam. Hal ini berbahaya dan dapat memicu ketidakpercayaan publik 

terhadap bank syariah yang telah berpuluh tahun pemerintah berupaya menumbuhkan kepercayaan masyarakat kepada nank syariah. Terakhir melalui Kebijakan Presiden melalui Komite Nasional Ekonomi Syariah yang diluncurkan dengan Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2020, sebagai penyempurnaan dari Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2016 tentang Komite Nasional Keuangan Syariah. 

Ikhsan mengatakan Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) juga telah berupaya luar biasa dalam mengedukasi masyarakat akan pentingnya bank syariah dalam menopang pertumbuhan ekonomi nasional. Menurut Ikhsan, suatu keniscayaan sangat banyak umat Islam yang hanya bermuamalah melalui perbankan syariah, apalagi berkait dengan zakat, wakaf produktif, wakaf  uang dan sedekah.  Karena,  masyarakat Muslim khususnya merasa tenang bila bermuamalah dengan menggunakan bank syariah.

"Saya sebagai aktivis IHW yang juga anggota Dewan Pakar MES amat terusik dan sedih melihat video tersebut. Kebaikan dan kepercayaan masyarakat bisa rusak karena menyaksikan video ini," ungkap Ikhsan.

Namun, lanjut Ikhsan, kepercayaan masyarakat kepada bank syariah bisa menurun apabila masih banyak bank syariah yang berprilaku zalim dan kejam kepada nasabah. Ikhsan menilai hal ini tidak boleh terus dibiarkan dan harus dikembalikan pada prinsip-prinsp syariah agar bank syariah Indonesia kembali maju.

Ikhsan menilai perlu adanya suatu Fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN – MUI) guna mengatur pedoman mengenai penyelesaian perselisihan terkait eksekusi jaminan dengan prinsip-prinsip syariah; pedoman bagi pegawai bank maupun bank syariah dalam hubungannya dengan nasabah termasuk perlindungan nasabah secara islami/prinsip Islam; dan terkait  pembiayaan yang lebih dikonkretkan dalam pemenuhan prinsip yang islami.

Ikhsan juga sangat berharap OJK dapat lebih mengimplementasikan POJK perlindungan konsumen dan memberikan sanksi yang bukan hanya sifatnya administratif, kemudian secepatnya berinisiatif mengundang para pihak, yakni bank dan nasabahnya untuk diselesaikan sebaik-baiknya dengan prinsip-prinsip tabayyun dan penyelesaian dengan musyawarah mufakat.

"Kalau sekadar informasi nama banknya sangat mudah, kita bisa minta Kepada Bapak Yusuf Hamka atau ke Mabes Polri, karena menurut beliau kasusnya sudah dilaporkan kepada Polri atau kita ajak silaturahim Bapak Yusuf Hamka. Beliau orang baik, dermawan dan pasti senang bila kesantunan cara yang dipergunakan dalam menyelesaikan persoalan sehingga tidak harus merusak susu satu kolam besar," ungkap Ikhsan.

Ikhsan tidak ingin citra bank syariah rusak hanya karena ada satu kasus bank dan sindikasi. Ikhsan menyebut MES wajib mengambil peran ini yang selama ini telah dilakukan dalam membantu memikirkan pertumbuhan dan perkembangan bank syariah namun dirusak oleh praktik yang tidak sesuai.

"Apabila terbukti praktik-praktik tersebut dilakukan, maka manajemenya yang harus dilakukan tindakan sesuai Prosedur dan kewenangan OJK sesuai Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Namun jika sebaliknya pernyataan Saudara kita Yusuf Hamka yang keliru, maka saran kami sebaiknya segera melakukan klarifikasi sehingga tidak menimbulkan kerusakan. Jadi mari kita selamatkan bank syariah untuk kepentingan umat," kata Ikhsan menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement