Senin 26 Jul 2021 06:27 WIB

Makanan Fermentasi atau Tinggi Serat, Mana Lebih Baik?

Sebuah studi mencoba mencari tahu makanan terbaik antara serat dan fermentasi.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Nora Azizah
Sebuah studi mencoba mencari tahu makanan terbaik antara serat dan fermentasi.
Foto: Flickr
Sebuah studi mencoba mencari tahu makanan terbaik antara serat dan fermentasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Studi terbaru mencoba mencari tahu mana yang lebih baik di antara pola makan diet tinggi serat dan diet kaya makanan fermentasi. Studi ini menunjukkan hasil yang cukup mengejutkan.

Tujuan utama dari studi yang dilakukan oleh peneliti Stanford University ini adalah menginvestigasi hubungan antara diet, bakteri usus, dan inflamasi sistemik. Ada 36 orang dewasa yang terlibat sebagai partisipan.

Baca Juga

Selama 10 pekan, seluruh partisipan diminta mengikuti salah satu dari dua diet, yaitu diet tinggi serat atau diet kaya makanan fermentasi. Penentuan diet untuk masing-masing partisipan dilakukan secara acak.

Selama studi berlangsung, sampel darah dan feses partisipan diambil sebanyak tiga kali. Ketiga watu tersebut adalah sebelum, saat, dan setelah para partisipan menjalani diet tinggi serat atau kaya makanan fermentasi.

Hasil studi menunjukkan bahwa kadar dari 19 macam inflamasi protein mengalami penurunan pada kelompok yang menerapkan diet tinggi makanan fermentasi. Selain itu, keragaman mikroba usus mereka juga mengalami peningkatan. Tak hanya itu, ditemukan pula penurunan aktivitas dari empat jenis sel imun.

Di sisi lain, perubahan-perubahan ini tak ditemukan pada kelompok yang menerapkan diet tinggi serat. Peneliti menilai temuan ini cukup mengejutkan.

"Kami memprediksi (diet) tinggi serat memiliki dampak bermanfaat universal yang lebih besar dan meningkatkan keragaman mikroba," ujar salah satu peneliti Erica Sonnenburg, seperti dilansir New Atlas, Senin (26/7).

Temuan ini mengindikasikan bahwa peningkatan asupan serat dalam waktu yang singkat tidak cukup untuk meningkatkan keragaman mikroba. Kemungkinan, diet tinggi serat membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mendorong terjadinya keragaman mikroba usus.

Peneliti juga mengungkapkan adanya perubahan beberapa biomarker yang ditemukan pada partisipan yang menerapkan diet tinggi serat. Sebagian di antaranya adalah perubahan produksi asam lemak rantai pendek dan peningkatan kepadatan protein mikroba pada kotoran.

Temuan ini merupakan indikasi bahwa diet tinggi serat dapat mengubah populasi mikroba usus. Akan tetapi hal tersebut bisa dicapai dalam kecepatan yang lebih lambat dibandingkan makanan fermentasi.

"Ada banyak cara untuk menarget mikroba dengan makanan dan suplemen, dan kami berharap bisa terus menginvestigasi bagaimana diet yang berbeda, probiotik dan prebiotik, berdampak pada mikroba dan kesehatan dalam kelompok berbeda," pungkas peneliti lain Justin Sonnenburg.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement