REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menyebut utang merupakan salah satu instrumen untuk menyelamatkan masyarakat dan perekonomian pada masa pandemi Covid-19. Hal ini mengingat APBN mengalami pelebaran defisit, sehingga membutuhkan pembiayaan yang salah satunya bersumber dari utang.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, APBN menanggung beban selama pandemi Covid-19. Dari satu sisi, belanja negara melonjak untuk penanganan kesehatan, pemberian bantuan sosial kepada masyarakat terdampak, bantuan kepada dunia usaha, dan lainnya.
"Kenapa kita harus menambah utang? Seolah-olah menambah utang menjadi tujuan. Padahal, utang merupakan instrumen untuk menyelamatkan warga negara dan perekonomian kita," ujar Sri dalam sebuah webinar seperti dikutip Senin (26/7).
Ia menjelaskan, saat ini penerimaan negara mengalami penurunan karena aktivitas ekonomi lesu. Pemerintah di berbagai negara menggunakan kebijakan luar biasa (extra ordinary) karena pandemi Covid-19 merupakan tantangan yang sifatnya luar biasa.
"Kami (Kementerian Keuangan) merespons dengan whatever it takes. Apapun kami lakukan untuk menyelamatkan masyarakat dan ekonomi Indonesia. Langkah itu implikasinya pada defisit APBN," ujar Sri.
Kementerian Keuangan mencatat jumlah utang pemerintah Indonesia sebesar Rp 6.418,15 triliun atau setara 40,49 persen dari produk domestik bruto (PDB) per akhir Mei 2021. Adapun jumlahnya turun Rp 109,14 triliun dalam sebulan terakhir dari Rp 6.527,29 triliun atau 41,18 persen dari PDB pada akhir April 2021. Namun jika dibandingkan Mei 2020, jumlah utang pemerintah naik Rp 1.159,58 triliun dari Rp 5.258,57 triliun atau 32,09 persen dari PDB.