Senin 26 Jul 2021 13:02 WIB

Ini Hambatan Investasi Indonesia Sulit Capai Target

Pemerintah targetkan investasi masuk Rp 900 T dan mencapai Rp 1.200 T pada 2022

Rep: Novita Intan/ Red: Gita Amanda
Ilustrasi Investasi. Investasi yang masuk ke dalam negeri disebut akan sulit mencapai target karena adanya sejumlah persoalan.
Foto: Mgrol101
Ilustrasi Investasi. Investasi yang masuk ke dalam negeri disebut akan sulit mencapai target karena adanya sejumlah persoalan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah berupaya mendorong investasi demi pemulihan ekonomi. Namun, investasi yang masuk disebut akan sulit mencapai target karena adanya sejumlah persoalan.

Pada tahun ini pemerintah menargetkan investasi masuk sebesar Rp 900 triliun dan mencapai Rp 1.200 triliun pada 2022. Per kuartal satu 2021, dari target investasi tahun ini sudah terealisasi sebesar Rp 219,7 triliun.

Baca Juga

Ekonom Center of Reform on Economics Indonesia (CORE) Yusuf Rendy Manilet menilai, masalah kepastian hukum merupakan salah satu pertimbangan penting bersama dengan beberapa pertimbangan ekonomi lain seperti kemudahan berinvestasi ataupun akses pembiayaan perbankan.

"Meski beberapa aturan menjamin aspek penegakan hukum bagi investor, hanya saja, yang perlu menjadi perhatian ialah masalah turunnya peringkat indeks korupsi Indonesia. Tentu ini menjadi semacam lampu kuning karena jika pemberantasan korupsi dianggap melemah maka hal ini bisa jadi mengindikasikan potensi penyelewengan kekuasaan. Hal ini saya kira bisa menjadi persepsi negatif bagi investor," ujarnya dalam keterangan tulis seperti dikutip Senin (26/7).

Menurutnya ada beberapa ukuran persepsi korupsi di Indonesia, salah salah satu ukuran penilaian penurunan demokrasi yang dikontribusikan pada varieties of democracy yakni menggambarkan korupsi politik masih terjadi secara mendalam dalam sistem politik di Indonesia. "Sekali lagi hal ini bisa menjadi preseden buruk bagi investor nantinya,” ucapnya.

Sementara itu, Ekonom Senior Ichsanuddin Noorsy menambahkan kondisi itu diakui oleh dua lembaga yakni Bank Dunia yang menyebut adanya problematika terhadap kepastian hukum yang disebut sebagai lack of certainty dan lembaga berikutnya oleh Moody's Poor.

Diberitakan sebelumnya banyak investor yang meninggalkan pasar modal Indonesia akibat proses penegakan hukum kasus Jiwasraya-Asabri. Adapun kondisi ini diperburuk dengan aksi Kejaksaan Agung yang serampangan menyita dan lelang aset bahkan tak terkait perkara.

"Saya sendiri sudah menyampaikan ini sejak 2015 hingga 2019 akhir, bahwa dalam memperbaiki iklim investasi bukan melulu hanya tentang regulasinya, tidak melulu pada persoalan birokrasinya, tapi ada tiga problem disitu, problem keadilan dan itu bisa menyangkut ketimpangan yang muncul di balik investasi, lalu problem penghisaban posisinya, dan problem campur tangan," kata dia.

Analis Senior CSA Research Institute, Reza Priyambada mengatakan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penegakan hukum di investasi, di pasar modal terutama cara penanganan atau cara aparat hukum dalam menangani atau menyelesaikan proses hukum.

"Misalkan, kasus salah investasi di BPJS atau Jiwasraya-Asabri itu kan harus dilihat dari oknum siapa yang salah dalam melakukan SOP atau investasi. Bukan investasinya yang salah, sampai keluar pemberitaan kan bahwa banyak investasi tersebut dianggap merugikan negara," ucapnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement