Senin 26 Jul 2021 14:21 WIB

Imam Besar Al Azhar Serukan Aksi Iklim

Ini merupakan reaksi dari peristiwa banjir bandang dan gelombang panas di dunia.

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Ani Nursalikah
Imam Besar Al Azhar Serukan Aksi Iklim. Imam Besar Al Azhar Ahmed Al Tayeb
Foto: Arab News
Imam Besar Al Azhar Serukan Aksi Iklim. Imam Besar Al Azhar Ahmed Al Tayeb

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Imam Besar Al Azhar Ahmed Al Tayeb menyebut aksi iklim dari semua pihak sudah harus digencarkan saat ini. Seruan aksi iklim ini merupakan reaksi dari peristiwa banjir bandang dan gelombang panas yang terjadi di seluruh dunia.

"Banjir baru-baru ini dan rekor kenaikan suhu di seluruh dunia, yang telah menyebabkan ratusan kematian dan membuat lebih banyak orang mengungsi, harusnya memperkuat perlunya tindakan serius untuk memerangi perubahan iklim. Serta melindungi umat manusia dari ancaman yang tak terbantahkan ini," tulisnya di Twitter dilansir dari The National News, Ahad (25/7).

Baca Juga

Al Tayeb adalah tokoh agama senior terbaru yang memperingatkan risiko jika tidak ada tindakan nyata yang dilakukan. Pada April lalu, ketika Presiden AS Joe Biden mengadakan pertemuan puncak para pemimpin global untuk mendapatkan komitmen demi mengatasi perubahan iklim, Paus Fransiskus mengatakan dunia di tepi jurang maut.

“Baik bencana global, Covid maupun perubahan iklim, membuktikan bahwa kita tidak punya waktu untuk menunggu,” katanya.

Banjir terburuk di Cina selama berabad-abad dan gelombang panas mematikan di Kanada, di mana merkuri mencapai 49 derajat Celsius bulan lalu, adalah bencana terbaru yang terkait dengan kenaikan suhu global. Ada juga kasus di Jerman bulan ini, hampir 200 orang tewas dan jembatan serta rumah hancur ketika hujan deras menyebabkan banjir yang bergerak cepat di negara bagian Rhineland.

Awal bulan ini, Uni Eropa (UE) mengumumkan beberapa proposal perubahan iklim yang bertujuan mendorong blok tersebut menjadi netral karbon pada tahun 2050. Rancangan langkah-langkah termasuk secara efektif melarang penjualan mobil bensin dan diesel dalam waktu 20 tahun, dan mengenakan pajak bahan bakar jet.

Namun, proposal itu menimbulkan kekhawatiran yang kemungkinan adanya kenaikan biaya penerbangan dan pemanas rumah tangga. Hal ini yang membuat proposal tersebut macet dalam negosiasi selama bertahun-tahun.

Pada November, para kepala negara dari seluruh dunia akan bertemu di Glasgow, Skotlandia, untuk KTT iklim UN Cop26 guna menuntaskan komitmen baru untuk tindakan. Sudah ada kekhawatiran negara-negara yang sedang berjuang menemukan titik temu yang akan ditangani oleh pertemuan 50 menteri lingkungan di London.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement