REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Bisnis pendidikan swasta di China terancam oleh aturan baru pemerintah yang melarang mereka menarik bayaran dari jasa bimbingan belajar (bimbel) untuk mata pelajaran inti. Aturan baru itu ditetapkan oleh Beijing untuk meringankan beban finansial keluarga.
Kabar tentang aturan itu pada Kamis (22/7) pekan lalu mengguncang sektor bimbingan belajar swasta di China yang total pendapatannya mencapai 120 miliar dolar AS. Kabar tersebut juga memicu pelepasan besar-besaran saham sejumlah perusahaan, termasuk TAL Education Group dan Gaotu Techedu yang terdaftar di bursa AS.
Berdasarkan aturan baru, semua institusi yang menawarkan bimbingan kurikulum sekolah harus didaftarkan sebagai organisasi nirlaba, dan tak ada lagi izin yang diberikan, menurut dokumen resmi. TAL mengatakan dalam pernyataannya pada Minggu bahwa mereka memperkirakan aturan baru tersebut akan memiliki "dampak material yang merugikan pada layanan bimbingan belajar... yang pada gilirannya akan mempengaruhi" operasi dan prospek bisnis mereka.
New Oriental Education & Technology Group Inc, Koolearn Technology Holding Ltd, Scholar Education Group, dan China Beststudy Education Group membuat pernyataan serupa pada Senin (26/7). Penyedia jasa pendidikan daring Koolearn, yang menduga layanan bimbingan belajarnya akan terdampak, mengatakan bahwa pihaknya akan mematuhi berbagai aturan yang relevan saat memberikan layanan pendidikan.
Scholar Education mengatakan pihak berwenang belum memberikan rincian tentang implementasi aturan tersebut dan ada ketidakjelasan tentang kapan dan bagaimana aturan itu diterapkan. Saham TAL di bursa New York anjlok 71 persen pada Jumat.Sub-indeks saham industri pendidikan China turun 8 persen pada sesi pagi perdagangan Senin.
Di bursa Hong Kong, saham Oriental, Koolearn, Scholar Education dan China Beststudy jatuh antara 30 dan 40 persen.Sektor pendidikan komersial China telah berada dalam pengawasan dan menjadi bagian dari upaya Beijing untuk mengurangi tekanan pada anak sekolah dan mengurangi beban orang tua mereka.
Kondisi tersebut selama ini telah menyebabkan turunnya angka kelahiran. Pada Mei, China mengatakan akan membolehkan pasangan untuk memiliki tiga anak, tidak hanya dua seperti sebelumnya.